BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam merupakan
ajaran yang diberikan kepada manusia untuk dijadikan dasar pedoman hidup di
dunia yang merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah SWT untuk seluruh
manusia.[1]Ajaran
ini diturunkan untuk dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat agar
umat Islam memiliki kualitas hidup sebagai manusia, makhluk yang memiliki
derajat mulia. Islam merupakan agama yang terbaik dan mendapatkan tempat di
sisi Allah.
Kepemimpinan dalam
Islam pada dasarnya aktivitas menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan
agar manusia beriman kepada Allah SWT, dengan tidak hanya mengerjakan perbuatan
atau bertingkah laku yang diridhai Allah SWT.[2]Kepemimpinan
Islam tercermin sebagaimana ajaran Islam dapat memberi corak dan arah kepada
pemimpin itu, dengan kepemimpinannya dapat mengubah sikap mental yang selama ini
hinggap menghambat dan mengidap pada sekelompok orang atau masyarakat.
Salah satu tugas
pemimpin Islam menasihati kelompok dan mengarahkannya apabila memang diperlukan
untuk mencapai sasaran-sasaran bersama. Agar efektif, maka pemimpin harus
melatih pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang ada di bawah pimpinannya,
sehingga mereka dapat menolong diri sendiri, masyarakatnya, dan dalam jangka
panjang akan melahirkan manfaat bagi seluruh masyarakat. Kepemimpinan merupakan
faktor penentu bagi efektif dan efisiennya suatu organisasi. Sehingga, kualitas
pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sebab, pemimpin
yang sukses itu mampu mengelola organisasi, dapat mempengaruhi secara
konstruktif orang lain dan menunjukkan jalan yang benar yang harus dikerjakan
bersama.
Islam sangat cermat
dalam menetapkan pemimpin yang akan menjadi teladan kelompok yaitu menyuburkan
dan membangun kepribadian Muslim. Salah seorang pemimpin yang memenuhi kualitas
seperti itu, bagi seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Pengangkatan
beliau sebagai Rasul Allah SWT itu selain untuk memimpin umat manusia adalah
juga untuk seluruh alam. Kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang
kepemimpinannya patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk menjadi pribadi
yang tidak dipengaruhi keadaan masyarakat di sekitarnya yang masih jahiliyah.
Aspek kepribadian yang sangat menonjol di dalam dirinya seperti kejujuran (shiddiq),[3]yang
menjadi prinsip dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Kepribadian yang
sempurna yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul Allah, sebagai
kepribadian yang terpuji dan sempurna, terkenal dengan sebutan sifat-sifat
wajib bagi Rasul Allah, yang meliputi shiddiq,
amanah, tabligh,
dan fathanah. Dalam sejarah tercatat bahwa sosok Nabi Muhammad
SAW berperan tidak hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja, melainkan
sebagai pemimpin dalam segi kehidupan meliputi politik, ekonomi, militer,
maupun dakwah.
1.2 Rumusan Masalah:
- Bagaimana karakter kepemimpinan Rasulullah sebagai seorang Manager ?
- Apa urgensi nilai-nilai sifat wajib Rasul yang diperlihatkan Rasulullah dalam membentuk karakter kepemimpinan Seorang Manajer Islam?
- Bagaimana implementasi nilai sifat wajib Rasul
menjadi karakter kepemimpinan Seorang manager ?
1.3 Tujuan dan
Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan seputar
Kepemimpinan Rasulullah sebagai Manajer bagi para pembaca. Kami sangat berharap
makalah ini dapat bermanfaat untuk dijadikan landasan bagi seorang manajer
dalam hal bagaimana dia harus memimpin.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1 Karakter Kepemimpinan Rasulullah sebagai Manajer
Dalam Islam, suri
teladan yang paling sempurna terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. seorang yang
mempunyai sifat-sifat yang selalu terjaga dan dijaga oleh Allah. Sifat-sifat
yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW, juga terdapat pada diri Rasul-rasul lain
sebagai penyeru umat. Sifat yang dimaksud dikenal dengan sebutan sifat wajib
Rasul.
Sifat wajib Rasul
merupakan pencerminan karakter Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya
sebagai pemimpin umat. Secara rinci sifat-sifat tersebut, yaitu:
1.
Shiddiq
Nabi Muhammad SAW mempunyai banyak sifat yang membuatnya
disukai oleh setiap orang yang berhubungan dengannya dan yang
membuatnya menjadi pujaan para pengikutnya. Sewaktu mudanya, semua orang
Quraisy menamakannya “shiddiq dan amin”.[4]Beliau
sangat dihargai dan dihormati oleh semua orang termasuk para pemimpin Makkah.
Nabi memiliki kepribadian dan kekuatan bicara, yang demikian memikat dan
menonjol sehingga siapapun yang pergi kepadanya pasti akan kembali dengan
keyakinan dan ketulusan dan kejujuran pesannya. Hal ini dikarenakan, Nabi
Muhammad SAW. hanya mengikuti apa yang diwahyukan pada beliau. Dalam
kepemimpinan berarti semua keputusan, perintah dan larangan beliau, agar orang
lain berbuat atau meninggalkannya pasti benar karena Nabi bermaksud mewujudkan
kebenaran dari Allah SWT.
Keutamaan dan
kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam firman Allah:
وَلَمَّا
رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَٰذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا
وَتَسْلِيمًا
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “inilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul- Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”.
(Q.S. al-Ahzab : 22).
Dengan sifat tersebut diatas Nabi Muhammad menjadi seorang
pemimpin sekaligus manajer kepercayaan bagi orang – orang yang hidup semasanya.
Beliau selalu memperlakukan orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak
hanya berbicara dengan kata-kata, tapi juga dengan perbuatan dan keteladanan.
Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada perbedaan antara kata dan
perbuatan.
Inilah yang jarang kita dapatkan pada pemimpin kita saat ini, seorang
manajer tidak lagi berpegang pada kejujuran, yang lebih memilih berbohong
asalkan mendapat uang dan jabatan, semua cara dihalalkan, prinsip keadilan
diabaikan, akibatnya timbullah keraguan akan bawahan terhadap atasan. Maka
terjadilah kekacauan dan kerusuhan yang diakibatkan oleh jauhnya dari sifat
kejujuran dan kebenaran.
2.
Amanah
Karakter yang
seharusnya dimiliki oleh seorang Manajer sebagaimana karakter yang dimiliki
Rasul yaitu sifat dapat dipercaya atau bertanggung jawab. Beliau jauh sebelum
menjadi Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang
dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas
pemimpin umat atau Nabi-Nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin
yang benar-benar bertanggung jawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang
diberikan Allah SWT. Yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang
dipercayakan kepada Rasulullah SAW meliputi segala aspek kehidupan, baik
politik, ekonomi, maupun agama.
Firman Allah yang
berbicara tentang amanah yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat
al-Ahzab 72, bunyinya:
إِنَّا
عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ
أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ
كَانَ ظَلُومًا جَهُولً
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-
Ahzab: 72).
Berdasarkan ayat di
atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggung
jawabkan kepada Allah SWT. Walau sekecil apapun amanat itu. Sifat amanah yang
ada pada diri Nabi Muhammad SAW memberi bukti bahwa beliau adalah orang yang
dapat dipercaya, karena mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan
sesuatu yang harus dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan
sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja
tidak ditahan-tahan, tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi.
Demikianlah kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan Nabi
sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam peperangan beliau tidak pernah
mengurangi harta rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah menyebarkan
aib seseorang yang datang meminta nasihat dan petunjuknya dalam
menyelesaikannya dan lain-lain.[5]
Sebagai manajer,
Nabi Muhammad SAW Sangat memerhatikan kebutuhan masyarakat, mendengar keinginan
dan keluhan masyarakat, memerhatikan potensi-potensi yang ada dalam masyarakat,
mulai dari potensi alam sampai potensi manusiawinya. Pada akhirnya semua ini
bermuara pada aktivitas dakwah yang dilakukannya terhadap masyarakat, terutama
dalam bidang keimanan dan ketakwaan serta profesionalisme sebagai upaya
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas pada waktu itu.[6]
Sebagai Manajer Rasulullah
berusaha untuk memberi yang terbaik bagi rakyatnya, sehingga dalam
kepemimpinannya, Rasulullah selalu mengutamakan rakyatnya, berkorban untuk
rakyatnya, bahkan sampai akhir umurnya Rasulullah masih memikirkan rakyatnya.
Bukti sejarah ini menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai pemimpin sekaligus
manajer sejati yang sangat mencintai rakyatnya.
3. Tabligh
Panggilan menjadi
seorang Rasul bagi Muhammad ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa beliau
seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat Jibril yang memerintahkan
beliau membaca wahyu dari Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan
pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.[7]Tidak
ada surat keputusan atau simbol lain yang dapat beliau tunjukkan, sebagai bukti
kerasulannya. Wahyu pertama yang turun pada tanggal 17 Ramadhan, yakni surat
al-Alaq 1-5 adalah sebagai buktinya. Sejak itulah beliau menjadi utusan Allah,
dengan tugas menyeru, mengajak dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah
kepada Allah SWT. Tugas itu bermakna pula beliau harus memimpin manusia ke
jalan yang lurus dan berhenti dari kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah
SWT.[8]
Satu istilah yang
disandang Nabi Muhammad pemberian Allah yaitu mundhir (pemberi
peringatan) diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang memberi peringatan
yakni untuk membimbing umat, memperbaiki dan mempersiapkan manusia untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[9]Predikat
mundhir yang disandang menuntut beliau untuk menguasai informasi supaya
dapat memimpin umatnya serta bertugas untuk menyampaikan (tabligh) risalah
kepada manusia. Tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakinkan bahwa Allah telah
mengutus beberapa Rasul dari golongan manusia sendiri untuk menyampaikan
pelajaran kepada umatnya dan apa saja yang diperintahkan kepadanya untuk
menyampaikannya serta menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang dituntut bagi mereka untuk
mengerjakan.
Penyelenggaraan
proses dakwah yang dilakukan Rasulullah itu benar-benar dihasilkan dari hasil
pemikiran dan perhitungan yang cermat mengenai beberapa kejadian yang akan
terjadi serta melakukan pengamatan – pengamatan terhadap situasi dan kondisi
yang ada. Disamping itu, beliau juga sangat memerhatikan cara-cara yang teratur
dan logis untuk mengungkapkan permasalahan yang hendak mereka sampaikan. Hal
ini terlihat ketika akan melakukan dakwahnya, beliau mula – mula menentukan
tempat yang kondusif, memanggil orang-orang yang akan diseru, kemudian beliau
menggungkapkan persoalan yang tidak mungkin diperselisihkan oleh siapa pun.[10]
Uraian di atas
semakin jelas bahwa Muhammad diutus dan diangkat menjadi pemimpin manusia oleh
Allah SWT. Melebihi pemimpin-pemimpin yang telah ada seperti halnya Nabi-Nabi
yang terdahulu. Tugas menyampaikan wahyu adalah karakteristik beliau sebagai
manjer yang memiliki sifat tabligh (menyampaikan), dan dari uraian diatas kita
juga dapat melihat bahwa Rasulullah adalah seorang manajer yang sangat
menguasai akan informasi, dan inilah yang menyebabkan keberhasilan manajerial pada
masa Rasulullah.
4.
Fathonah
Nabi Muhammad yang
mendapat karunia dari Allah dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius
abqariyah) dan kepemimpinan yang agung (genius leadership–qiyadahabqariyah)[11].
Beliau adalah seorang manajer yang sangat cerdas dan pandai melihat peluang.
Kesuksesan Muhammad sebagai seorang pemimpin
umat memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah SWT. Kecerdasan itu tidak saja
diperlukan untuk memahami dan menjelaskan wahyu Allah SWT. kecerdasan
dibekalkan juga karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT. untuk memimpin
umat, karena agama Islam diturunkan untuk seluruh manusia dan sebagai rahmat
bagi seluruh alam. Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang cerdas yang akan
mampu memberi petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi
umatnya, dalam memahami firman-firman Allah SWT.[12]
Sesuai dengan
kesaksian sejarah, bukti-bukti al-Quran dan berbagai petunjuk yang diambil dari
sejarah Islam beliau ialah seorang ummi tidak dapat baca dan tulis, maka dapat
dikatakan bahwa pikiran Rasulullah SAW, sama sekali tidak pernah tersentuh oleh
ajaran manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah illahi dan menerima
pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun
para kenabian sendiri.[13]
Kecerdasan beliau
dalam melihat peluang ini terlihat dari cara beliau melakukan dakwahnya. Dakwah
pertama ditunjukkan kepada orang-orang yang serumah dengannya, berdakwah kepada
orang-orang yang bersahabat dengannya, berdakwah kepada orang- orang yang dekat
dengannya, setelah itu barulah secara terbuka Nabi Muhammad berdakwah kepada
masyarakat luas, yaitu masyarakat Quraisy dan masyarakat Mekkah pada umumnya.
Dan dalam pola kepemimpinan Rasulullah SAW yang dikembangkan
bersifat friendship system, yaitu sistem perkawanan dan sistem kapabilitas. Hal
ini dapat dilihat dari penunjukan para sahabat untuk menduduki pos jabatan
tertentu, tanpa melupakan pertimbangan kompetensi masing-masing sahabat,
sehimgga mereka dapat membuktikan kemampuanya sesuai dengan kompetensi
masing-masing. Ini merupakan bagian dari kecerdasan beliau dalam melihat
peluang agar sistem manajerial yang dilakukannya dapat berjalan dengan baik.
1.2 Urgensitas Nilai-nilai Sifat Wajib Rasul sebagai Karakter
Kepemimpinan seorang Manajer
Islam diturunkan
sebagai ajaran yang sempurna dari sumbernya Allah SWT yang maha sempurna dan
akan dipelihara kesempurnaannya hingga akhir zaman. Ajaran ini harus dijadikan
pedoman hidup bagi setiap manusia yang menginginkan kemuliaan tidak sekedar di
mata manusia tetapi di sisi Allah SWT. Manusia merupakan makhluk sosial yang
hidup bermasyarakat tidak dapat dihindari pasti membutuhkan orang lain dalam
menjalani hidup ini. Mustahil ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa
bantuan dari orang lain, untuk itu mereka membentuk satu kelompok sambil
mengaktualisasikan dirinya untuk menemukan jati dirinya. Setiap orang sebagai
individu memerlukan bantuan orang lain, bukan menjadi sama dengan orang lain,
tetapi justru untuk menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.
Setiap orang
bilamana dibandingkan dengan orang lain akan terlihat kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Setiap orang mempunyai keinginan, kehendak, pikiran, pendapat,
kebutuhan, sifat tingkah laku dan lain-lain yang berbeda-beda. Namun di antara
yang berbeda itu terdapat juga yang sama atau memiliki kesamaan sehingga
menjadi motivasi untuk mewujudkan kelompok atau organisasi yang memungkinkan
orang untuk tergabung di dalamnya meningkatkan efektivitas, memanfaatkan
kesamaan itu untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kondisi
seperti itu, perbedaan di antara sekelompok orang yang memiliki kesamaan, akan
memunculkan orang yang akan menjadi pemimpin atau manajer, pemimpin diantara
sejumlah orang yang lebih banyak, sebagai pihak yang memerlukan pimpinan.
Misalnya kesamaan agama, ideologi, pekerjaan, suku, profesi,minat, hobi dan
lain-lain memberikan motivasi sejumlah orang untuk membentuk kelompok atau
organisasi. Di antara orang-orang itu terdapat seseorang atau beberapa orang
yang tampil menjadi pemimpin, yang tampil sebagai manajer, karena memiliki
kelebihan-kelebihan terutama berupa kemampuan mewujudkan kepemimpinan.
Muhammad al-Buraey
mengutip pendapat Hersey dan Blanchaer yang memandang bahwa kepemimpinan
sebagai “pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam satu situasi dan
diarahkan melalui komunikasi, menuju pencapaian tujuan atau tujuan tertentu”.[14]Jadi
dalam hal ini nampak bahwa adanya hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin
karena dalam komunikasi pasti melibatkan dua unsur, dalam hal ini pemimpin dan
yang dipimpin (bawahan) keduanya saling menunjang dan bergantung yang terikat
atau yang mengikatkan diri dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab pemimpin sebagai manajer ialah
mengarahkan, menuntun, memberi motivasi dan mendorong orang yang dipimpin untuk
berbuat guna mencapai tujuan, sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin
yakni mengambil bagian aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang mengantarnya
kepada tercapainya tujuan, di mana didalamnya memerlukan adanya kesatuan
komando (unity of command) dalam setiap organisasi.
Tanpa adanya
komando yang didasarkan atas waktu perencanaannya dan kebijaksanaan yang jelas,
maka jangan diharapkan tujuan akan dapat dicapai dengan baik. Bahkan bisa
terjadi kesemarawutan dan anarki dalam pekerjaan yang membuat arah tindakan
menjauhi tujuan. Pada titik inilah kewajiban untuk menaati kebijakan pemimpin
dalam peraturan yang telah ditetapkan tidak bisa ditawar-tawar dan menjadi
sebuah kewajiban bawahan untuk menaati pemimpin itu.
Sebagaimana Allah
SWT telah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 59:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan rasulnya dan orang-orangyang berkuasa di antara kamu, maka sekiranya
diantara kamu berbantahandalam suatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepada
Allah dan Rasul-Nya” (Q.San-Nisa :59)
Ayat ini dengan
jelas memerintahkan kepada kita semua untuk taat dan patuh kepada seorang
pemimpin, baik dalam segala level kehidupan asalakan pemimpin yang kita ikuti
tersebut tidak keluar dari ajaran serta hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka hendaklah dikembalikan
kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul-Nya (as-Sunnah).
Pembahasan tentang
kepemimpinan seorang manajer telah merujuk pada suatu fenomena kemampuan
seseorang dalam menggerakkan, membimbing dan mengarahkan orang lain dalam suatu
kerja sama. Sehingga kenyataan itulah yang akhirnya menjadi faktor yang
mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin umatnya itu.
Kepemimpinan dari
sudut agama Islam secara sederhana oleh setiap pemimpin harus dijalankan
sebagai rangkaian kegiatan atau proses menyeru agar orang lain di lingkungan
masing-masing menjadi manusia beriman, dalam abad modern bukanlah pekerjaan
yang mudah. Tugas dan kewajiban pemimpin memang tidaklah mudah, membutuhkan
berbagai macam unsur yang mendukung terwujudnya kepemimpinan yang efektif serta
mempunyai nilai mulia di sisi Allah SWT. Untuk memenuhi hal itu dibutuhkan
seorang pemimpin yang menjunjung pada nilai-nilai kebenaran, dan seorang
pemimpin yang penuh tanggung jawab, mempunyai loyalitas tinggi, cerdik dalam
pelihat peluang dan dapat menjaga amanah dengan baik.
Karakteristik
kepemimpinan seperti yang diidealkan tersebut, hanya dapat ditemukan dalam
pribadi Nabi Muhammad SAW, sebab kepemimpinan beliau berjalan di atas landasan
spiritual yang paling tinggi dengan Allah langsung sebagai pembimbingnya. Di
sini berarti pula bahwa ketaatan kepada Rasulullah merupakan ketaatan kepada
Allah. Mengingat tujuan dari kepemimpinan beliau adalah mengajak beriman kepada
Allah. Untuk itu, segala perbuatan dan perkataan beliau, dalam memimpin
haruslah ditaati.
Kriteria dan syarat
menjadi seorang manajer dalam proses memimpin orang lain dibutuhkan
individu-individu pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia seperti sifat-sifat
yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Terangkum menjadi satu-kesatuan sifat
wajib meliputi shiddiq, amanah,tabligh
dan
fathonah. Sifat-sifat rasul akan menjadi sebuah
proto tipe dan prinsip tersendiri bagi seorang pemimpin dalam menjalankan
kepemimpinannya dengan menerapkan nilai-nilai luhur ini, di antaranya :
1.
Prinsip Kejujuran (shiddiq).
Dalam sebuah kepemimpinan
tanpa ada transparansi dari atasan kepada bawahan dapat menghambat hubungan
saling menjauh di antara keduanya. Ini disebabkan tidak adanya sikap
keterbukaan informasi yang diberikan pemimpin kepada anggotanya, sehingga
seolah-olah ada jarak yang memisahkan, yang akibatnya menimbulkan sikap apatis
dan tidak peduli dari bawahan pada atasan.
Prinsip kejujuran
yang harus dijunjung oleh pemimpin tidak memiliki tendensi apapun, sebab
pemimpin yang baik hanya mengharap ridha dari Allah, yang ini berarti pemimpin
berusaha untuk jujur dihadapan Allah. Sedangkan jujur terhadap orang lain,
yakni tidak sebatas berkata dan berbuat benar, namun berusaha memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.[15]Pemimpin
yang baik selalu mengedepankan prinsip kejujuran dengan menunjukkan kepeduliannya
pada orang lain dengan mengulurkan tangan demi kemajuan bawahannya.[16]
2. Prinsip dapat dipercaya (Amanah)
Perwujudan sikap
amanah menunjukkan bahwa pemimpin dapat menampakkan sikap yang dapat dipercaya
(kredibel), menghormati dan dihormati (honorable).
Sikap terhormat dan dapat dipercaya hanya dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu
yang kita anggap benar sebagai suatu prinsip kebenaran yang tidak dapat
diganggu gugat. Pemimpin yang dipercaya, mampu mempercayai orang lain dan
memiliki kepercayaan diri, oleh karena itu pemimpin demikian itulah yang dapat
disebut sebagai pemimpin yang bertanggungjawab. Setiap amanah akan menuntut
pertanggung jawaban, sebab amanah sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan
oleh yang memegang amanah itu.
Amanat yang
berhubungan dengan tugas seorang pemimpin khususnya bagi para pendidik adalah
mengajak, membimbing anak didik untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan cara
memberikan praktek yang baik dan bermanfaat. Atas dasar itulah menjadi tuntutan
bagi pemimpin untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan posisi
yang dipegangnya yakni sebagai leader dan manajer.
3. Prinsip Komunikatif (tabligh)
Hubungan
antara komunikasi dengan kepemimpinan sangat erat sekali, bahkan dapat
dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Komunikasi berperan sangat
menentukan dalam berhasil tidaknya suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin
dikatakan sukses, apabila di antaranya telah berhasil membangun komunikasi yang
efektif antara dirinya dengan bawahan.
Untuk
itulah nilai dan prinsip tabligh telah memberikan muatan yang mencakup aspek
kemampuan berkomunikasi (communicationskill),
kepemimpinan (leadarship), pengembangan dan peningkatan kualitas sumber
daya insani (human resourcedevelopment), dan kemampuan
diri untuk mengelola sesuatu (managerialskill).
Dari keempat kemampuan tersebut, harus terkumpul dalam diri seorang pemimpin
untuk menentukan keefektifan kepemimpinannya itu. Dari sinilah menunjukkan arti
pentingnya prinsip komunikatif dalam membangun kepemimpinan, untuk diperhatikan
oleh pemimpin baik sebagai administrator, manajer, supervisor, bahkan untuk
kepala sekolah.
4.
Prinsip Intelegensi (Fathanah)
Pentingnya sebuah
kecerdasan bagi pemimpin mutlak diperlukan agar tujuan kepemimpinan agar tercapai.
Seorang pemimpin haruslah seorang yang mempunyai kecerdasan lebih dibanding
orang lain tanpa harus mengesampingkan nilai-nilai keluhuran seperti yang
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Tidak cukup seorang pemimpin hanya dibekali
dengan kecakapan dan kecerdasan namun memiliki landasan keimanan yang kuat agar
tidak mudah tergelincir pada dosa dan kesalahan.
Seorang pemimpin
harus mampu menganalisa masalah yang dihadapi organisasinya. Kemampuan itu
memungkinkan seorang pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam menyusun perencanaan
dan menetapkan keputusan yang tepat dalam mewujudkan beban tugas organisasinya.
Pemimpin yang mahir dan profesional serta mempunyai wawasan luas memiliki
intuisi yang tajam dalam menganalisis persoalan dan mengambil keputusan yang
berani dan percaya diri sehingga keputusan yang diambil dapat menguntungkan
seluruh kelompoknya.
1.3. Implementasi Nilai Sifat Wajib Rasul sebagai
Karakter Kepemimpinan
seorang
Manajer
Manajer adalah
orang yang mempunyai kelebihan dari orang-orang yang lain, seperti orang yang
terkuat, terpandai, paling banyak makan garam dan sebagainya. Sifat-sifat
inilah yang diidentikkan melekat pada diri seorang Manajer. Dalam proses
menjalankan kepemimpinan, Manajer diharapkan memiliki sifat dan karakteristik
yang dijiwai oleh nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah SAW. melalui sifat
mulia Rasulullah SAW. yang terdapat dalam sifat wajib Rasul. Artinya, dalam
setiap tindakan dalam rangkaian kepemimpinan yang dijalankan seharusnya
mengedepankan prinsip shiddiq, amanah, tabligh dan
fathonah.
1.
Proses pengambilan
keputusan (Decisionmaking)
Dalam situasi
kepemimpinan, seorang Manajer tidak akan lepas dari aktivitas pengambilan
keputusan. Keputusan pada dasarnya hasil akhir dalam mempertimbangkan sesuatu
yang akan dilaksanakan dengan nyata. Keputusan dapat diartikan juga hasil
terbaik dalam memilih satu diantara dua atau beberapa alternatif yang dihadapi.
Pengambilan
keputusan terjadi apabila seorang Manajer menghadapi beberapa alternatif
pemecahan problem, pengambilan keputusan merupakan wewenang (hak dan kewajiban)
pucuk pimpinan. Namun fungsi pengambilan keputusan tidak selamanya mudah untuk
kepemimpinan. Karena sulitnya itu maka tidak jarang terjadi, bahwa seorang
Manajer yang kurang pandai terpaksa menunda-nunda keputusan yang diambil
sehingga masalahnya menjadi terkatung-katung.
Dalam mengambil
suatu keputusan seorang Manajer tidaklah berdasarkan pada pertimbangannya
sendiri, namun perlu memperhatikan pendapat, inisiatif dan saran dari anggota
dalam bentuk musyawarah, sehingga Manajer akan dapat mempertimbangkan berbagai
pendapat yang masuk dengan baik dan pada akhirnya terwujudlah sebuah keputusan
yang baik dan tidak merugikan pihak lain. Sebab, agama Islam sangat
menganjurkan pada setiap pemimpin untuk senantiasa bermusyawarah. Seorang
Manajer yang baik tidak boleh menganggap dirinya serba bisa, serba tahu atau
tidak pernah berbuat kesalahan. Sikap ini merupakan, penampilan seorang Manajer
yang takabur, egois sebab pada dasarnya manusia tidak luput dari sikap lalai
dan lupa dan penuh kekurangan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang menganggap
bahwa pikirannya benar, keputusannya tepat, dia haruslah bersedia dikritik akan
kebenarannya, keputusan yang telah diambilnya. Satu-satunya jalan yaitu
musyawarah dengan mendegar pendapat dari anggota.
2.
Proses pengendalian
Dalam kegiatan
kepemimpinan juga membutuhkan adanya pengendalian betapapun sederhananya
organisasi tersebut. Langkah yang pertama-tama dilakukan adalah menyusun
perencanaan yang dituangkan dalam program kerja. Dan untuk melaksanakan program
kerja perlu melakukan kegiatan pengorganisasian dengan menetapkan pembidangan
kegiatan menjadi unit-unit, menempatkan para personil yang memimpin setiap unit.
Kegiatan
administrasi yang dilakukan ini, selanjutnya akan berfungsi sebagai kegiatan
pengendalian. Kegiatan itu bermaksud untuk mendapatkan respon yang bermakna
atau sesuai yang diinginkan pemimpin dari semua anggota kelompok organisasi.
Kegiatan pengendalian organisasi sangat tergantung pada kemampuan membina dan
mengelola orang-orang yang dipimpin. Agar menjadi suatu regu atau tim yang
handal, tugas seorang Manajer yaitu dengan jalan memberi kesempatan luas pada
anggota untuk mengeluarkan pendapat, inisiatif, saran dan kritik yang membangun,
sehingga kegiatan pengendalian dapat dengan mudah dilakukan pemimpin, karena
setiap anggota akan merasa memiliki yang pada finalnya menumbuhkan semangat
dalam mewujudkan keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.
Sebagaimana
kegiatan yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinannya,
beliau sering mengadakan musyawarah, pertemuan-pertemuan dan rapat untuk
mencari penyelesaian dari setiap hal dan masalah yang muncul. Dengan adanya
rapat akan memungkinkan adanya penyatuan perasaan, pikiran dan tindakan anggota
organisasi, agar menjadi satu regu yang kompak dan solid.
Manajer yang
demikian itulah yang akan selalu dibutuhkan dalam setiap kepemimpinan dalam
melaksanakan pengendalian dengan mendasarkan pada nilai-nilai mulia, seperti
sikap seorang manajer yang jujur, transparan, amanah dan memiliki intelegensi
yang memadai. Apabila seorang Manajer dapat melakukan hal sedemikian dengan
baik, maka kepemimpinan akan berjalan efektif dan Manajer akan semakin
dihormati dan disukai anggotanya.
3.
Proses Pengawasan
Pengawasan adalah
kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Kegiatan
pengawasan meliputi juga penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya
rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang ditentukan.
Dengan demikian,
pengawasan itu adalah keseluruhan kegiatan mulai dari penelitian serta
pengamatan yang diteliti terhadap berjalannya rencana dengan menggunakan
rencana yang ada serta standar yang ditentukan, serta memberikan dan mengoreksi
penyimpangan rencana dan standar, penilaian terhadap hasil pekerjaan
diperbandingkan dengan masukan yang ada atau keluaran yang dihasilkan.[17]
Seorang Manajer
yang benar-benar dapat menjaga amanah atas kepemimpinannya, akan selalu merasa
segala ucapan, perbuatan dan tindakannya selalu mendapatkan pengawasan dari
Allah oleh karena dalam menjalankan tugas kepemimpinan selalu dimaknai dengan sungguh-sungguh
untuk di pertanggung jawabkan kelak.
Dalam proses
pengawasan membutuhkan pribadi Manajer yang amanah, jujur, bertanggungjawab
cerdas dan adil agar dalam proses kepemimpinan dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Seperti yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu
yang dilakukan oleh hamba-Nya senantiasa mendapat pengawasan dari Allah. Dan
dengan berpegang pada Firman Allah, semestinya seorang Manajer, pemimpin yang
bertaqwa akan selalu terkendali segala ucapan dan tidakannya dalam sebuah
koridor Islam yang benar.
BAB
III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Kajian ini adalah upaya
untuk mencari dan mengetahui makna sifat wajib Rasul sebagai sebuah model khas
bagi Nabi Muhammad SAW, dan pengaruhnya terhadap kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
dalam memberikan pengajaran kepada keluarga, sahabat, dan umatnya.
Untuk itu setelah didukung
dengan berbagai bukti di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan manajerial
yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad merupakan sebuah pencerminan sikap
pemimpin yang menonjolkan sifat mulia yang melekat dalam pribadi seorang Rasul
yaitu sifat wajib bagi Rasul (shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah).
Selanjutnya penting sekali
untuk diperhatikan bagi seseorang yang terlibat dalam dunia kepemipinanan
terutama bagi seorang Manajer untuk dapat meneladani Nabi Muhammad SAW dalam
memimpin, baik melalui aplikasi dan implementasinya, meskipun kita menyadari
bahwa manusia memiliki keterbatasan (kekurangan dan kelebihan), tidak seperti
halnya seorang Nabi. Namun itu bukanlah sebagai suatu hal yang mustahil bila
kita berusaha.
Manajer harus memiliki
sifat tersebut supaya proses manajerial yang dilakukannya tidak hanya mendapat
pujian dari para bawahannya melainkan juga keridahaan Allah terhadap
kepemimpinannya.
1.2. SARAN
Dalam pembuatan atau penulisan makalah ini kami mendapat beberapa
kesulitan yang menyebabkan banyaknya kekurangan dalam hal isi yang disampaikan
dalam pembahasan makalah ini, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan makalah ini dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya.Amiin.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Ali
Yusuf. 2002. Wawasan Islam. Pustaka Setia : Bandung.
Nawawi, Hadari.
1993. Kepemimpinan Menurut Islam. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta.
Rahman, Fazalur.
1991. Nabi Muhammad SAW sebagai Seorang Pemimpin
Militer. Bumi
Aksara : Jakarta.
Munir
dan Wahyu Ilaihi. 2015. Manajemen Dakwah. kencana : Jakarta.
Ridho, Muhammad
Rasjid. 1983. Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad. Pustaka
Jaya : Bandung.
Hasjmy, A.,
1978. Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang. Mutiara : Jakarta.
Muthahhari, Murtadha. 1995. Akhlak Suci Nabi
yang Ummi. Mizan : Bandung.
Al-Buraey,
A., Muhammad. 1986. Islam Landasan Alternatif Adminditratif
Pembangunan.
Rajawali
: Jakarta.
Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah. Gema Insani Press:
Jakarta.
Effendi,
Muchtar.Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. 1996.
Bhratra
Karya Aksara : Jakarta.
[1] Ali
Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 33
[2]Hadari Nawawi, Kepemimpinan
Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), hlm. 27
[3]Hadari Nawawi,
op.cit., hlm. 273.
[4]Fazalur Rahman,
Nabi Muhammad saw. sebagai Seorang Pemimpin Militer, Diterj.
AnnasSiddik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 68
[5]Hadari Nawawi, op.cit,
hlm. 274
[6]M Munir dan
Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah ( Jakarta: kencana, 2015 cet,4) hlm 58
[7]Hadari Nawawi, Op.Cit,
hlm. 257
[9]Muhammad Rasjid
Ridho, Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad, (Bandung: Pustaka Jaya, 1983),
hlm. 337
[10] M Munir dan Wahyu
Ilaihi, op.cit, hal 48
[11]A.
Hasjmy, Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang, (Jakarta: Mutiara, 1978),
hlm. 87
[12]Nourouzzaman Shiddiqi,
op.cit, hlm. 275
[13]Murtadha
Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, (Bandung: Mizan, cet. I, 1995),
hlm. 67
[14]A. Muhammad
al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Adminditratif Pembangunan, (Jakarta
: Rajawali, 1986), hlm. 375
[15]Toto Tasmara, Kecerdasan
Ruhaniyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm 195
[16]Ibid, hlm. 196
[17]Muchtar
Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta :
Bhratra Karya Aksara, 1996), hlm. 116