Saturday, December 19, 2015

Kepemimpinan Rasulullah Saw Sebagai Manajer

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada manusia untuk dijadikan dasar pedoman hidup di dunia yang merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah SWT untuk seluruh manusia.[1]Ajaran ini diturunkan untuk dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat agar umat Islam memiliki kualitas hidup sebagai manusia, makhluk yang memiliki derajat mulia. Islam merupakan agama yang terbaik dan mendapatkan tempat di sisi Allah.
Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya aktivitas menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan agar manusia beriman kepada Allah SWT, dengan tidak hanya mengerjakan perbuatan atau bertingkah laku yang diridhai Allah SWT.[2]Kepemimpinan Islam tercermin sebagaimana ajaran Islam dapat memberi corak dan arah kepada pemimpin itu, dengan kepemimpinannya dapat mengubah sikap mental yang selama ini hinggap menghambat dan mengidap pada sekelompok orang atau masyarakat.
Salah satu tugas pemimpin Islam menasihati kelompok dan mengarahkannya apabila memang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran bersama. Agar efektif, maka pemimpin harus melatih pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang ada di bawah pimpinannya, sehingga mereka dapat menolong diri sendiri, masyarakatnya, dan dalam jangka panjang akan melahirkan manfaat bagi seluruh masyarakat. Kepemimpinan merupakan faktor penentu bagi efektif dan efisiennya suatu organisasi. Sehingga, kualitas pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sebab, pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, dapat mempengaruhi secara konstruktif orang lain dan menunjukkan jalan yang benar yang harus dikerjakan bersama.
Islam sangat cermat dalam menetapkan pemimpin yang akan menjadi teladan kelompok yaitu menyuburkan dan membangun kepribadian Muslim. Salah seorang pemimpin yang memenuhi kualitas seperti itu, bagi seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Pengangkatan beliau sebagai Rasul Allah SWT itu selain untuk memimpin umat manusia adalah juga untuk seluruh alam. Kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang kepemimpinannya patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk menjadi pribadi yang tidak dipengaruhi keadaan masyarakat di sekitarnya yang masih jahiliyah. Aspek kepribadian yang sangat menonjol di dalam dirinya seperti kejujuran (shiddiq),[3]yang menjadi prinsip dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Kepribadian yang sempurna yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul Allah, sebagai kepribadian yang terpuji dan sempurna, terkenal dengan sebutan sifat-sifat wajib bagi Rasul Allah, yang meliputi shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Dalam sejarah tercatat bahwa sosok Nabi Muhammad SAW berperan tidak hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja, melainkan sebagai pemimpin dalam segi kehidupan meliputi politik, ekonomi, militer, maupun dakwah.
1.2  Rumusan Masalah:
  1. Bagaimana karakter kepemimpinan Rasulullah sebagai seorang Manager ?
  2. Apa urgensi nilai-nilai sifat wajib Rasul yang diperlihatkan Rasulullah dalam membentuk karakter kepemimpinan Seorang Manajer Islam?
  3. Bagaimana implementasi nilai sifat wajib Rasul menjadi karakter kepemimpinan Seorang manager ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan seputar Kepemimpinan Rasulullah sebagai Manajer bagi para pembaca. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk dijadikan landasan bagi seorang manajer dalam hal bagaimana dia harus memimpin.




BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Karakter Kepemimpinan Rasulullah sebagai Manajer
Dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. seorang yang mempunyai sifat-sifat yang selalu terjaga dan dijaga oleh Allah. Sifat-sifat yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW, juga terdapat pada diri Rasul-rasul lain sebagai penyeru umat. Sifat yang dimaksud dikenal dengan sebutan sifat wajib Rasul.
Sifat wajib Rasul merupakan pencerminan karakter Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin umat. Secara rinci sifat-sifat tersebut, yaitu:
1.     Shiddiq
Nabi Muhammad  SAW mempunyai banyak sifat yang membuatnya disukai oleh setiap orang yang berhubungan dengannya dan yang membuatnya menjadi pujaan para pengikutnya. Sewaktu mudanya, semua orang Quraisy menamakannya “shiddiq dan amin”.[4]Beliau sangat dihargai dan dihormati oleh semua orang termasuk para pemimpin Makkah. Nabi memiliki kepribadian dan kekuatan bicara, yang demikian memikat dan menonjol sehingga siapapun yang pergi kepadanya pasti akan kembali dengan keyakinan dan ketulusan dan kejujuran pesannya. Hal ini dikarenakan, Nabi Muhammad SAW. hanya mengikuti apa yang diwahyukan pada beliau. Dalam kepemimpinan berarti semua keputusan, perintah dan larangan beliau, agar orang lain berbuat atau meninggalkannya pasti benar karena Nabi bermaksud mewujudkan kebenaran dari Allah SWT.
Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam firman Allah:
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَٰذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا    
Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul- Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”. (Q.S. al-Ahzab : 22).
Dengan sifat tersebut diatas Nabi Muhammad menjadi seorang pemimpin sekaligus manajer kepercayaan bagi orang – orang yang hidup semasanya. Beliau selalu memperlakukan orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tapi juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan.
Inilah yang jarang kita dapatkan pada pemimpin kita saat ini, seorang manajer tidak lagi berpegang pada kejujuran, yang lebih memilih berbohong asalkan mendapat uang dan jabatan, semua cara dihalalkan, prinsip keadilan diabaikan, akibatnya timbullah keraguan akan bawahan terhadap atasan. Maka terjadilah kekacauan dan kerusuhan yang diakibatkan oleh jauhnya dari sifat kejujuran dan kebenaran.
2.     Amanah
Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang Manajer sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu sifat dapat dipercaya atau bertanggung jawab. Beliau jauh sebelum menjadi Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin umat atau Nabi-Nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah SWT. Yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah SAW meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama.
Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat al-Ahzab 72, bunyinya:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولً
Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al- Ahzab: 72).
Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Walau sekecil apapun amanat itu. Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW memberi bukti bahwa beliau adalah orang yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan Nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam peperangan beliau tidak pernah mengurangi harta rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat dan petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.[5]
Sebagai manajer, Nabi Muhammad SAW Sangat memerhatikan kebutuhan masyarakat, mendengar keinginan dan keluhan masyarakat, memerhatikan potensi-potensi yang ada dalam masyarakat, mulai dari potensi alam sampai potensi manusiawinya. Pada akhirnya semua ini bermuara pada aktivitas dakwah yang dilakukannya terhadap masyarakat, terutama dalam bidang keimanan dan ketakwaan serta profesionalisme sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas pada waktu itu.[6]
Sebagai Manajer Rasulullah berusaha untuk memberi yang terbaik bagi rakyatnya, sehingga dalam kepemimpinannya, Rasulullah selalu mengutamakan rakyatnya, berkorban untuk rakyatnya, bahkan sampai akhir umurnya Rasulullah masih memikirkan rakyatnya. Bukti sejarah ini menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai pemimpin sekaligus manajer sejati yang sangat mencintai rakyatnya.
3.     Tabligh
Panggilan menjadi seorang Rasul bagi Muhammad ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa beliau seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat Jibril yang memerintahkan beliau membaca wahyu dari Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.[7]Tidak ada surat keputusan atau simbol lain yang dapat beliau tunjukkan, sebagai bukti kerasulannya. Wahyu pertama yang turun pada tanggal 17 Ramadhan, yakni surat al-Alaq 1-5 adalah sebagai buktinya. Sejak itulah beliau menjadi utusan Allah, dengan tugas menyeru, mengajak dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah kepada Allah SWT. Tugas itu bermakna pula beliau harus memimpin manusia ke jalan yang lurus dan berhenti dari kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah SWT.[8]
Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad pemberian Allah yaitu mundhir (pemberi peringatan) diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang memberi peringatan yakni untuk membimbing umat, memperbaiki dan mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[9]Predikat mundhir yang disandang menuntut beliau untuk menguasai informasi supaya dapat memimpin umatnya serta bertugas untuk menyampaikan (tabligh) risalah kepada manusia. Tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakinkan bahwa Allah telah mengutus beberapa Rasul dari golongan manusia sendiri untuk menyampaikan pelajaran kepada umatnya dan apa saja yang diperintahkan kepadanya untuk menyampaikannya serta menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang dituntut bagi mereka untuk mengerjakan.
Penyelenggaraan proses dakwah yang dilakukan Rasulullah itu benar-benar dihasilkan dari hasil pemikiran dan perhitungan yang cermat mengenai beberapa kejadian yang akan terjadi serta melakukan pengamatan – pengamatan terhadap situasi dan kondisi yang ada. Disamping itu, beliau juga sangat memerhatikan cara-cara yang teratur dan logis untuk mengungkapkan permasalahan yang hendak mereka sampaikan. Hal ini terlihat ketika akan melakukan dakwahnya, beliau mula – mula menentukan tempat yang kondusif, memanggil orang-orang yang akan diseru, kemudian beliau menggungkapkan persoalan yang tidak mungkin diperselisihkan oleh siapa pun.[10]
Uraian di atas semakin jelas bahwa Muhammad diutus dan diangkat menjadi pemimpin manusia oleh Allah SWT. Melebihi pemimpin-pemimpin yang telah ada seperti halnya Nabi-Nabi yang terdahulu. Tugas menyampaikan wahyu adalah karakteristik beliau sebagai manjer yang memiliki sifat tabligh (menyampaikan), dan dari uraian diatas kita juga dapat melihat bahwa Rasulullah adalah seorang manajer yang sangat menguasai akan informasi, dan inilah yang menyebabkan keberhasilan manajerial pada masa Rasulullah.
4.     Fathonah
Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius abqariyah) dan kepemimpinan yang agung (genius leadershipqiyadahabqariyah)[11]. Beliau adalah seorang manajer yang sangat cerdas dan  pandai melihat peluang.
 Kesuksesan Muhammad sebagai seorang pemimpin umat memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah SWT. Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan menjelaskan wahyu Allah SWT. kecerdasan dibekalkan juga karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT. untuk memimpin umat, karena agama Islam diturunkan untuk seluruh manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang cerdas yang akan mampu memberi petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi umatnya, dalam memahami firman-firman Allah SWT.[12]
Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti al-Quran dan berbagai petunjuk yang diambil dari sejarah Islam beliau ialah seorang ummi tidak dapat baca dan tulis, maka dapat dikatakan bahwa pikiran Rasulullah SAW, sama sekali tidak pernah tersentuh oleh ajaran manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah illahi dan menerima pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun para kenabian sendiri.[13]
Kecerdasan beliau dalam melihat peluang ini terlihat dari cara beliau melakukan dakwahnya. Dakwah pertama ditunjukkan kepada orang-orang yang serumah dengannya, berdakwah kepada orang-orang yang bersahabat dengannya, berdakwah kepada orang- orang yang dekat dengannya, setelah itu barulah secara terbuka Nabi Muhammad berdakwah kepada masyarakat luas, yaitu masyarakat Quraisy dan masyarakat Mekkah pada umumnya.
Dan dalam pola  kepemimpinan Rasulullah SAW yang dikembangkan bersifat friendship system, yaitu sistem perkawanan dan sistem kapabilitas. Hal ini dapat dilihat dari penunjukan para sahabat untuk menduduki pos jabatan tertentu, tanpa melupakan pertimbangan kompetensi masing-masing sahabat, sehimgga mereka dapat membuktikan kemampuanya sesuai dengan kompetensi masing-masing. Ini merupakan bagian dari kecerdasan beliau dalam melihat peluang agar sistem manajerial yang dilakukannya dapat berjalan dengan baik.

1.2  Urgensitas Nilai-nilai Sifat Wajib Rasul sebagai Karakter Kepemimpinan  seorang Manajer
Islam diturunkan sebagai ajaran yang sempurna dari sumbernya Allah SWT yang maha sempurna dan akan dipelihara kesempurnaannya hingga akhir zaman. Ajaran ini harus dijadikan pedoman hidup bagi setiap manusia yang menginginkan kemuliaan tidak sekedar di mata manusia tetapi di sisi Allah SWT. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tidak dapat dihindari pasti membutuhkan orang lain dalam menjalani hidup ini. Mustahil ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain, untuk itu mereka membentuk satu kelompok sambil mengaktualisasikan dirinya untuk menemukan jati dirinya. Setiap orang sebagai individu memerlukan bantuan orang lain, bukan menjadi sama dengan orang lain, tetapi justru untuk menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.
Setiap orang bilamana dibandingkan dengan orang lain akan terlihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Setiap orang mempunyai keinginan, kehendak, pikiran, pendapat, kebutuhan, sifat tingkah laku dan lain-lain yang berbeda-beda. Namun di antara yang berbeda itu terdapat juga yang sama atau memiliki kesamaan sehingga menjadi motivasi untuk mewujudkan kelompok atau organisasi yang memungkinkan orang untuk tergabung di dalamnya meningkatkan efektivitas, memanfaatkan kesamaan itu untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kondisi seperti itu, perbedaan di antara sekelompok orang yang memiliki kesamaan, akan memunculkan orang yang akan menjadi pemimpin atau manajer, pemimpin diantara sejumlah orang yang lebih banyak, sebagai pihak yang memerlukan pimpinan. Misalnya kesamaan agama, ideologi, pekerjaan, suku, profesi,minat, hobi dan lain-lain memberikan motivasi sejumlah orang untuk membentuk kelompok atau organisasi. Di antara orang-orang itu terdapat seseorang atau beberapa orang yang tampil menjadi pemimpin, yang tampil sebagai manajer, karena memiliki kelebihan-kelebihan terutama berupa kemampuan mewujudkan kepemimpinan.
Muhammad al-Buraey mengutip pendapat Hersey dan Blanchaer yang memandang bahwa kepemimpinan sebagai “pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam satu situasi dan diarahkan melalui komunikasi, menuju pencapaian tujuan atau tujuan tertentu”.[14]Jadi dalam hal ini nampak bahwa adanya hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin karena dalam komunikasi pasti melibatkan dua unsur, dalam hal ini pemimpin dan yang dipimpin (bawahan) keduanya saling menunjang dan bergantung yang terikat atau yang mengikatkan diri dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab pemimpin sebagai manajer ialah mengarahkan, menuntun, memberi motivasi dan mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat guna mencapai tujuan, sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin yakni mengambil bagian aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang mengantarnya kepada tercapainya tujuan, di mana didalamnya memerlukan adanya kesatuan komando (unity of command) dalam setiap organisasi.
Tanpa adanya komando yang didasarkan atas waktu perencanaannya dan kebijaksanaan yang jelas, maka jangan diharapkan tujuan akan dapat dicapai dengan baik. Bahkan bisa terjadi kesemarawutan dan anarki dalam pekerjaan yang membuat arah tindakan menjauhi tujuan. Pada titik inilah kewajiban untuk menaati kebijakan pemimpin dalam peraturan yang telah ditetapkan tidak bisa ditawar-tawar dan menjadi sebuah kewajiban bawahan untuk menaati pemimpin itu.
Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan orang-orangyang berkuasa di antara kamu, maka sekiranya diantara kamu berbantahandalam suatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya” (Q.San-Nisa :59)
Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada kita semua untuk taat dan patuh kepada seorang pemimpin, baik dalam segala level kehidupan asalakan pemimpin yang kita ikuti tersebut tidak keluar dari ajaran serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka hendaklah dikembalikan kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul-Nya (as-Sunnah).
Pembahasan tentang kepemimpinan seorang manajer telah merujuk pada suatu fenomena kemampuan seseorang dalam menggerakkan, membimbing dan mengarahkan orang lain dalam suatu kerja sama. Sehingga kenyataan itulah yang akhirnya menjadi faktor yang mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin umatnya itu.
Kepemimpinan dari sudut agama Islam secara sederhana oleh setiap pemimpin harus dijalankan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menyeru agar orang lain di lingkungan masing-masing menjadi manusia beriman, dalam abad modern bukanlah pekerjaan yang mudah. Tugas dan kewajiban pemimpin memang tidaklah mudah, membutuhkan berbagai macam unsur yang mendukung terwujudnya kepemimpinan yang efektif serta mempunyai nilai mulia di sisi Allah SWT. Untuk memenuhi hal itu dibutuhkan seorang pemimpin yang menjunjung pada nilai-nilai kebenaran, dan seorang pemimpin yang penuh tanggung jawab, mempunyai loyalitas tinggi, cerdik dalam pelihat peluang dan dapat menjaga amanah dengan baik.
Karakteristik kepemimpinan seperti yang diidealkan tersebut, hanya dapat ditemukan dalam pribadi Nabi Muhammad SAW, sebab kepemimpinan beliau berjalan di atas landasan spiritual yang paling tinggi dengan Allah langsung sebagai pembimbingnya. Di sini berarti pula bahwa ketaatan kepada Rasulullah merupakan ketaatan kepada Allah. Mengingat tujuan dari kepemimpinan beliau adalah mengajak beriman kepada Allah. Untuk itu, segala perbuatan dan perkataan beliau, dalam memimpin haruslah ditaati.
Kriteria dan syarat menjadi seorang manajer dalam proses memimpin orang lain dibutuhkan individu-individu pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia seperti sifat-sifat yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Terangkum menjadi satu-kesatuan sifat wajib meliputi shiddiq, amanah,tabligh dan fathonah. Sifat-sifat rasul akan menjadi sebuah proto tipe dan prinsip tersendiri bagi seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dengan menerapkan nilai-nilai luhur ini, di antaranya :
1.   Prinsip Kejujuran (shiddiq).
Dalam sebuah kepemimpinan tanpa ada transparansi dari atasan kepada bawahan dapat menghambat hubungan saling menjauh di antara keduanya. Ini disebabkan tidak adanya sikap keterbukaan informasi yang diberikan pemimpin kepada anggotanya, sehingga seolah-olah ada jarak yang memisahkan, yang akibatnya menimbulkan sikap apatis dan tidak peduli dari bawahan pada atasan.
Prinsip kejujuran yang harus dijunjung oleh pemimpin tidak memiliki tendensi apapun, sebab pemimpin yang baik hanya mengharap ridha dari Allah, yang ini berarti pemimpin berusaha untuk jujur dihadapan Allah. Sedangkan jujur terhadap orang lain, yakni tidak sebatas berkata dan berbuat benar, namun berusaha memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.[15]Pemimpin yang baik selalu mengedepankan prinsip kejujuran dengan menunjukkan kepeduliannya pada orang lain dengan mengulurkan tangan demi kemajuan bawahannya.[16]
2.     Prinsip dapat dipercaya (Amanah)
Perwujudan sikap amanah menunjukkan bahwa pemimpin dapat menampakkan sikap yang dapat dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati (honorable). Sikap terhormat dan dapat dipercaya hanya dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu yang kita anggap benar sebagai suatu prinsip kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat. Pemimpin yang dipercaya, mampu mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan diri, oleh karena itu pemimpin demikian itulah yang dapat disebut sebagai pemimpin yang bertanggungjawab. Setiap amanah akan menuntut pertanggung jawaban, sebab amanah sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan oleh yang memegang amanah itu.
Amanat yang berhubungan dengan tugas seorang pemimpin khususnya bagi para pendidik adalah mengajak, membimbing anak didik untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan cara memberikan praktek yang baik dan bermanfaat. Atas dasar itulah menjadi tuntutan bagi pemimpin untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan posisi yang dipegangnya yakni sebagai leader dan manajer.
3.     Prinsip Komunikatif (tabligh)
Hubungan antara komunikasi dengan kepemimpinan sangat erat sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Komunikasi berperan sangat menentukan dalam berhasil tidaknya suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin dikatakan sukses, apabila di antaranya telah berhasil membangun komunikasi yang efektif antara dirinya dengan bawahan.
Untuk itulah nilai dan prinsip tabligh telah memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi (communicationskill), kepemimpinan (leadarship), pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya insani (human resourcedevelopment), dan kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerialskill). Dari keempat kemampuan tersebut, harus terkumpul dalam diri seorang pemimpin untuk menentukan keefektifan kepemimpinannya itu. Dari sinilah menunjukkan arti pentingnya prinsip komunikatif dalam membangun kepemimpinan, untuk diperhatikan oleh pemimpin baik sebagai administrator, manajer, supervisor, bahkan untuk kepala sekolah.
4.      Prinsip Intelegensi (Fathanah)
Pentingnya sebuah kecerdasan bagi pemimpin mutlak diperlukan agar tujuan kepemimpinan agar tercapai. Seorang pemimpin haruslah seorang yang mempunyai kecerdasan lebih dibanding orang lain tanpa harus mengesampingkan nilai-nilai keluhuran seperti yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Tidak cukup seorang pemimpin hanya dibekali dengan kecakapan dan kecerdasan namun memiliki landasan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergelincir pada dosa dan kesalahan.
Seorang pemimpin harus mampu menganalisa masalah yang dihadapi organisasinya. Kemampuan itu memungkinkan seorang pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam menyusun perencanaan dan menetapkan keputusan yang tepat dalam mewujudkan beban tugas organisasinya. Pemimpin yang mahir dan profesional serta mempunyai wawasan luas memiliki intuisi yang tajam dalam menganalisis persoalan dan mengambil keputusan yang berani dan percaya diri sehingga keputusan yang diambil dapat menguntungkan seluruh kelompoknya.

1.3. Implementasi Nilai Sifat Wajib Rasul sebagai Karakter  Kepemimpinan  
       seorang Manajer
Manajer adalah orang yang mempunyai kelebihan dari orang-orang yang lain, seperti orang yang terkuat, terpandai, paling banyak makan garam dan sebagainya. Sifat-sifat inilah yang diidentikkan melekat pada diri seorang Manajer. Dalam proses menjalankan kepemimpinan, Manajer diharapkan memiliki sifat dan karakteristik yang dijiwai oleh nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah SAW. melalui sifat mulia Rasulullah SAW. yang terdapat dalam sifat wajib Rasul. Artinya, dalam setiap tindakan dalam rangkaian kepemimpinan yang dijalankan seharusnya mengedepankan prinsip shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah.
1.     Proses pengambilan keputusan (Decisionmaking)
Dalam situasi kepemimpinan, seorang Manajer tidak akan lepas dari aktivitas pengambilan keputusan. Keputusan pada dasarnya hasil akhir dalam mempertimbangkan sesuatu yang akan dilaksanakan dengan nyata. Keputusan dapat diartikan juga hasil terbaik dalam memilih satu diantara dua atau beberapa alternatif yang dihadapi.
Pengambilan keputusan terjadi apabila seorang Manajer menghadapi beberapa alternatif pemecahan problem, pengambilan keputusan merupakan wewenang (hak dan kewajiban) pucuk pimpinan. Namun fungsi pengambilan keputusan tidak selamanya mudah untuk kepemimpinan. Karena sulitnya itu maka tidak jarang terjadi, bahwa seorang Manajer yang kurang pandai terpaksa menunda-nunda keputusan yang diambil sehingga masalahnya menjadi terkatung-katung.
Dalam mengambil suatu keputusan seorang Manajer tidaklah berdasarkan pada pertimbangannya sendiri, namun perlu memperhatikan pendapat, inisiatif dan saran dari anggota dalam bentuk musyawarah, sehingga Manajer akan dapat mempertimbangkan berbagai pendapat yang masuk dengan baik dan pada akhirnya terwujudlah sebuah keputusan yang baik dan tidak merugikan pihak lain. Sebab, agama Islam sangat menganjurkan pada setiap pemimpin untuk senantiasa bermusyawarah. Seorang Manajer yang baik tidak boleh menganggap dirinya serba bisa, serba tahu atau tidak pernah berbuat kesalahan. Sikap ini merupakan, penampilan seorang Manajer yang takabur, egois sebab pada dasarnya manusia tidak luput dari sikap lalai dan lupa dan penuh kekurangan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang menganggap bahwa pikirannya benar, keputusannya tepat, dia haruslah bersedia dikritik akan kebenarannya, keputusan yang telah diambilnya. Satu-satunya jalan yaitu musyawarah dengan mendegar pendapat dari anggota.
2.      Proses pengendalian
Dalam kegiatan kepemimpinan juga membutuhkan adanya pengendalian betapapun sederhananya organisasi tersebut. Langkah yang pertama-tama dilakukan adalah menyusun perencanaan yang dituangkan dalam program kerja. Dan untuk melaksanakan program kerja perlu melakukan kegiatan pengorganisasian dengan menetapkan pembidangan kegiatan menjadi unit-unit, menempatkan para personil yang memimpin setiap unit.
Kegiatan administrasi yang dilakukan ini, selanjutnya akan berfungsi sebagai kegiatan pengendalian. Kegiatan itu bermaksud untuk mendapatkan respon yang bermakna atau sesuai yang diinginkan pemimpin dari semua anggota kelompok organisasi. Kegiatan pengendalian organisasi sangat tergantung pada kemampuan membina dan mengelola orang-orang yang dipimpin. Agar menjadi suatu regu atau tim yang handal, tugas seorang Manajer yaitu dengan jalan memberi kesempatan luas pada anggota untuk mengeluarkan pendapat, inisiatif, saran dan kritik yang membangun, sehingga kegiatan pengendalian dapat dengan mudah dilakukan pemimpin, karena setiap anggota akan merasa memiliki yang pada finalnya menumbuhkan semangat dalam mewujudkan keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.
Sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinannya, beliau sering mengadakan musyawarah, pertemuan-pertemuan dan rapat untuk mencari penyelesaian dari setiap hal dan masalah yang muncul. Dengan adanya rapat akan memungkinkan adanya penyatuan perasaan, pikiran dan tindakan anggota organisasi, agar menjadi satu regu yang kompak dan solid.
Manajer yang demikian itulah yang akan selalu dibutuhkan dalam setiap kepemimpinan dalam melaksanakan pengendalian dengan mendasarkan pada nilai-nilai mulia, seperti sikap seorang manajer yang jujur, transparan, amanah dan memiliki intelegensi yang memadai. Apabila seorang Manajer dapat melakukan hal sedemikian dengan baik, maka kepemimpinan akan berjalan efektif dan Manajer akan semakin dihormati dan disukai anggotanya.
3.      Proses Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Kegiatan pengawasan meliputi juga penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang ditentukan.
Dengan demikian, pengawasan itu adalah keseluruhan kegiatan mulai dari penelitian serta pengamatan yang diteliti terhadap berjalannya rencana dengan menggunakan rencana yang ada serta standar yang ditentukan, serta memberikan dan mengoreksi penyimpangan rencana dan standar, penilaian terhadap hasil pekerjaan diperbandingkan dengan masukan yang ada atau keluaran yang dihasilkan.[17]
Seorang Manajer yang benar-benar dapat menjaga amanah atas kepemimpinannya, akan selalu merasa segala ucapan, perbuatan dan tindakannya selalu mendapatkan pengawasan dari Allah oleh karena dalam menjalankan tugas kepemimpinan selalu dimaknai dengan sungguh-sungguh untuk di pertanggung jawabkan kelak.
Dalam proses pengawasan membutuhkan pribadi Manajer yang amanah, jujur, bertanggungjawab cerdas dan adil agar dalam proses kepemimpinan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Seperti yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh hamba-Nya senantiasa mendapat pengawasan dari Allah. Dan dengan berpegang pada Firman Allah, semestinya seorang Manajer, pemimpin yang bertaqwa akan selalu terkendali segala ucapan dan tidakannya dalam sebuah koridor Islam yang benar.




BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Kajian ini adalah upaya untuk mencari dan mengetahui makna sifat wajib Rasul sebagai sebuah model khas bagi Nabi Muhammad SAW, dan pengaruhnya terhadap kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dalam memberikan pengajaran kepada keluarga, sahabat, dan umatnya.
Untuk itu setelah didukung dengan berbagai bukti di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan manajerial yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad merupakan sebuah pencerminan sikap pemimpin yang menonjolkan sifat mulia yang melekat dalam pribadi seorang Rasul yaitu sifat wajib bagi Rasul (shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah).
Selanjutnya penting sekali untuk diperhatikan bagi seseorang yang terlibat dalam dunia kepemipinanan terutama bagi seorang Manajer untuk dapat meneladani Nabi Muhammad SAW dalam memimpin, baik melalui aplikasi dan implementasinya, meskipun kita menyadari bahwa manusia memiliki keterbatasan (kekurangan dan kelebihan), tidak seperti halnya seorang Nabi. Namun itu bukanlah sebagai suatu hal yang mustahil bila kita berusaha.
Manajer harus memiliki sifat tersebut supaya proses manajerial yang dilakukannya tidak hanya mendapat pujian dari para bawahannya melainkan juga keridahaan Allah terhadap kepemimpinannya.

1.2. SARAN
Dalam pembuatan atau penulisan makalah ini kami mendapat beberapa kesulitan yang menyebabkan banyaknya kekurangan dalam hal isi yang disampaikan dalam pembahasan makalah ini, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah  ini dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya.Amiin.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ali Yusuf. 2002. Wawasan Islam. Pustaka Setia : Bandung.
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan Menurut Islam. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta.
Rahman, Fazalur. 1991. Nabi Muhammad SAW sebagai Seorang Pemimpin
Militer. Bumi Aksara : Jakarta.
Munir dan Wahyu Ilaihi. 2015. Manajemen Dakwah. kencana : Jakarta.
Ridho, Muhammad Rasjid. 1983. Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad. Pustaka
Jaya : Bandung.
Hasjmy, A., 1978. Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang. Mutiara : Jakarta.
Muthahhari, Murtadha. 1995. Akhlak Suci Nabi yang Ummi. Mizan : Bandung.
Al-Buraey, A., Muhammad. 1986. Islam Landasan Alternatif Adminditratif
Pembangunan. Rajawali : Jakarta.
Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah. Gema Insani Press: Jakarta.
Effendi, Muchtar.Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. 1996.
Bhratra Karya Aksara : Jakarta.



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        






[1] Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 33
[2]Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), hlm. 27
[3]Hadari Nawawi, op.cit., hlm. 273.
[4]Fazalur Rahman, Nabi Muhammad saw. sebagai Seorang Pemimpin Militer, Diterj. AnnasSiddik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 68
[5]Hadari Nawawi, op.cit, hlm. 274
[6]M Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah ( Jakarta: kencana, 2015 cet,4) hlm 58 
[7]Hadari Nawawi, Op.Cit, hlm. 257
[8]Ibid., hlm. 258
[9]Muhammad Rasjid Ridho, Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad, (Bandung: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 337
[10] M Munir dan Wahyu Ilaihi, op.cit, hal 48
[11]A. Hasjmy, Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang, (Jakarta: Mutiara, 1978), hlm. 87
[12]Nourouzzaman Shiddiqi, op.cit, hlm. 275
[13]Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, (Bandung: Mizan, cet. I, 1995), hlm. 67
[14]A. Muhammad al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Adminditratif Pembangunan, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 375
[15]Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm 195
[16]Ibid, hlm. 196
[17]Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta : Bhratra Karya Aksara, 1996), hlm. 116