A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Mei
1998 merupakan salah satu fase terpenting dalam bingkai sejarah Indonesia. Fase
ini adalah fase dari runtuhnya sebuah rezim yang telah berkuasa lebih dari 32
tahun. Dengan runtuhnya Orde Baru, masyarakat seolah diberikan suatu semangat
baru dan harapan baru akan kehidupan Indonesia yang lebih demokratis. Harapan
yang tersimpan yang mungkin usiannya telah mencapai usia rezim yang runtuh ini.
Seperti
telah diketahui sebelumnya Orde Baru membangun pemerintah yang berfokus pada
pembangunan ekonomi dan stabilitas
politik. Maka dapat kita lihat hasilnya, sepanjang sejarah Orde Baru,
secara ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Selama era 1980
hingga 1990 Indonesia dianggap sebagai Negara yang baru memasuki fase industrialisasi.
Ekonominya berkembang ditopang pertumbuhan yang secara pasti. Bahkan Indonesia
mendapat julukan “macam ekonomi”, dan diperhitungkan di Asia (Rais, 2006: 361).
Namun
keperkesaan tersebut sebenarnya terus dikikis oleh krisi politik dan ekonomi yang
berujung pada runtuhnya Orde Baru. Sebagai contoh respresi pemerintah terhadap
Islam secara tidak langsung melahirkan bibit-bibit gerakan perlawanan terhadap
pemerintah. Hingga akhirnya Soeharto diharuskan untuk meletakkan tampuk
kekuasaannya. Dan berakhirnya Masa Orde Baru maka lahirlah babak baru yang
disebut Masa Reformasi, yang mana masa ini dimotori pertama kali oleh Habibie
yang saat itu menjadi pengganti Presiden untuk sementara.
Tidak
dapat kita pungkiri bahwa pada dua masa ini banyak sekali terjadinya
fenomena-fenomena yang menyangkut Umat
Islam, dan tentunya keadaan terhadap gerakan dakwah itu sendiri. Maka disini
kita akan melihat bagaimana keadaan dakwah atau sejarah dakwah pada dua masa
tersebut.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kondisi dakwah pada Masa Pemerintahan
Orde Baru ?
b. Bagaimana kondisi dakwah pada Masa Reformasi ?
B.
PEMBAHASAN
1.
DAKWAH PADA MASA ORDE BARU
Masa pemerintahan Orde Baru adalah Pemerintahan
Presiden Soeharto yang berlangsung sekitar kurang lebih 32 tahun. Banyak
fenomena yang terjadi dalam dunia Islam, hubungan antara Pemerintahan dengan
umat Islam sangat terpuruk. Pemerintahan Orde Baru telah melakukan rekonstruksi
sangat mendasar, dan dalam menjalankan roda pemerintahan lebih terfokus pada stabilitas politik guna mendukung
kedamaian kehidupan nasional. Maka terciptalah Trilogi Pembangunan,
yakni menciptakan sistem baru dengan konsep; “pemerataan, Pertumbuhan Ekonomi,
dan Stabilitas Nasional”.
Dimasa Orde Baru ada tiga periode yang dapat
dipetakan dalam melihat perkembangan Islam.
a.
Periode 1970-an
Pada periode ini kelompok agama sering dituduh ingin
menjadikan islam sebagai ideologi negara dan mendirikan negara Islam. Pada
1973, rezim Orde Baru membuat dua kebijakan yang oleh Hefner (1993: 2-4) dan
sontoso (1995;4) disebut ‘anti-Islamic’, yaitu memasukkan aliran kebatinan ke
dalam GBHN dan mengajukan Rancangan
Undang-Undang Perkawinan yang
sangat membatasi kewenangan Pengadilan Agama. Namun atas tekanan tokoh-tokoh
agama kedua rancangan tersebut akhirnya diubah.
Periode ini banyak lahir
intelektual muda muslim, kebnayakan dari
meraka adalah kaum intelektual berpendidikan umum. Dan ini merupakan
buah dari Organisasi Islam seperti HMII (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia),
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), dan IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhamadiyah). Dalam kehidupan Umat Islam para tokoh Intelektual cenderung
bersikap reaktif dan banyak menolak konsep moderenisasi dan sekularisasi yang
di anut pemerintah, sehingga berdampak pada terjadinya ketegangan dan konflik.
b.
Periode 1980-an
Periode ini merupakan harmonisasi Islam dan Orde
Baru yang banyak bersifat resiptokal yakni suatu hubungan yang mengarah pada
tumbuhnya saling pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua belah
pihak. Pada periode ini terjadi ledakan kaum cerdas pandai (intellectual
boom), dan ini juga sangat berpengaruh pada kehidupan umat muslim, karena
secara demografis mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam dan ini merupakan
sebuah potensi.
Indonesia telah melakuka revolusi pendidikan yang
berakses pada pertumbuhan dan perkembangan pada lapisan menengah terpelajar
serta angkatan kerja terdidik. Dari sini kemudian muncul lapisan atau kelas
menengah terpelajar serta angkatan kerja terdidik. Dari sini kemudian muncul
lapisan atau kelas menegah santri yang terpelajar, modern, dan profesional yang
memenuhi kebutuhan lapangan kerja serta rekrutmen dari birokrasi. Sementara itu
dalam mobilisasi vertikal telah mengantar mereka pada mengisi lapisan-lapisan birokrasi yang dahulunya banyak dikuasai kaum
priyai. Para santri yang mengisi lapisan inilah kemudian melakukan perbaikan “Perubahan
dari dalam” untuk meningkatkan atmosfer keagamaan di lingkungan birokrasi. Dan
kondisi inilah yang mendorong tumbuhnya iklim dan suasana yang kondusif bagi
perkembangan “islamisasi birokrasi”. Sementara mereka yang berada diluar
birokrasi aktif mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pengembangan dan
memperkuat masyarakat melalui program ekonomi sosial budaya. Jadi, dakwah tidak
ada level birokrasi saja akan tetapi sudah mulai menyentuh pada tataran sosial
masyarakat.
Salah satu kebijakan yang sangat berpihak kepada
Islam adalah disahkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
c.
Periode 1990-an
Harmonisasi Islam dan Pemerintahan Orde Baru
berkembang menjadi sangat akomodatif, berkat artikulasi dan peranan cendikiawan
muslim. Namun disisi lain, terjadi sebuah paradoks dikalangan Islam Indonesia,
mereka dihadapkan pada kenyataan moderinisasi yang telah menjadi pilihan Orde
Baru dengan menempatkan referensi ideologis nyata-nyata berkiblat Barat. Umat
Islam pada saat itu dihadapkan pada dua dilema, yaitu mendukung atau menolak
dengan konsekuensi kehilangan kesempatan dalam berperan aktif dalam program
pembangunan. Dan inilah yang kemudian menimbulkan beberapa pola yang berkembang
dalam masyarakat yaitu pola apologi (penyesuaian dan adapatasi), apologi
terhadap ajaran-ajaran tetapi menolak modernisasi, dan tanggapan yang kreatif
dengan menempuh jalan dialog.
Ketiga pola tersebut yang kemudian menjadi semangat
penting terutama munculnya gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam yang dicetuskan
oleh sejumlah intelektual muda Islam dengan tokoh utamanya Nurcholish Madjid,
Amin Rais, Kuntowijoyo, dan lain-lain. Gerakan ini sebagaimana dikemukakan oleh
sejumlah pengamat, dapat dianggap sebagai respons intelektual yang lebih ilmiah
dan sistematis dalam menanggapi persoalan modernisasi.
Pada akhir tahun sembilan puluhan, terjadi
kebangkitan Islam lewat kaum terdidik kota yang terjadi diberbagai negara yang
sedang berkembang. Secara vertikal mereka umumnya menjadi salah satu bagian
masyarakat yang memiliki pekerjaan yang mapan. Mereka ada yang menajadi manajer,
kaum profesional, birokrat, ilmuan, atau bagian pengisi utama yang menempati
kelompok elite masyarakat negara kita. Mereka inilah yang kemudian disebut
dengan “kelas menengah baru”. Secara sosiologis, masyarakat yang tergolong di
kelas menengah sebagian tinggal di daerah-daerah perkotaan, dan sosok mereka
dicirikan oleh tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, dan gaya hidupnya.
Pada masa akhir periode tersebut dalam pemerintahan
Orde Baru berkembang wacana keinginan sebagian besar dari generasi Islam untuk
melihat masa depan Islam sebagai kekuatan sosial, kekuatan budaya, kekuatan
ekonomi dan sebagainya. Gejala ini adalah suatu gejala baru akibat imbas adanya
semangat intelektual yang mereka miliki sehingga memungkinkan mereka berfikir
tentang hal-hal besar dan relevan untuk masa depan umat. Hal ini berkembang secara
genial, yaitu dengan menerjemahkan Islam dengan konteks yang aktual, dan
faktual dalam bahasa baru serta merumuskan norma-norma Islam dengan konteks
baru. Perubahan yang sangat signifikan tersebut menurut Harun Nasution sangat
berpengaruh dalam pengetahuan umat Islam Indonesia. Perubahan yang telah dan
sedang berlangsung maupun yang akan terjadi berpengaruh pada kehidupan beragama
masyarakat serta tuntunan yang dapat dipenuhi oleh para ahli dalam bidang agama
termasuk ahli dalam bidang Islam.
Rasionalisasi pemikiran Islam yang terjadi pada
masyarakat intelektual dipengaruhi oleh perubahan fungsi lembaga keagamaan
tradisional dalam sistem negara nasional modern sebagai proses modernisasi. Dan
ternyata perubahan fungsi lembaga keagamaan tradisional tersebut kemudian
mempengaruhi pola hubungan keagamaan kearah pola hubungan fungsional. Sementara
itu, perkembangan gerakan dakwah Islam dalam masyarakat modern akan dipengaruhi
oleh fungsi pragmatik gerakan Islam terhadap kehidupan masyarakat pendukungnya.
Dalam pergeseran hirarki nilai yang mendorong untuk memenuhi kebutuhan akan
nilai spritual telah menjadi tern baru dikalangan intelektual ibu kota. Meraka
haus akan nilai spiritual, dan krisis akan makna hidup, sehingga agama dianggap
menjadi jalan atau guna menemukan ketenangan batiniah. Dari kondisi inilah yang
memunculkan sifat inovatif gerakan dakwah kota, dan juga muncul gerakan dakwah
berbasis mesjid.
Akan tetapi, pada masa inilah terjadi munculnya
kesenjangan hasil pembangunan yang sangat tinggi antara si miskin dan si kaya.
Di samping itu, umat Islam juga terkotak menjadi dua bagian yaitu golongan
tradisionalis dan modernis. Pada sisi lain dapat dilihat dampak terpenting dari
revolusi pendidikan dan pembangunan ekonomi yang dikembangkan Orde Baru adalah semakin
meningkatnya jumlah kelas menengah santri baru di Indonesia, dan ini sekaligus
memberi andil dalam mencerdaskan kehidupan kaum santri.
Pergeseran dari “Islam politik” ke “Islam kultural”
dalam bentuk semarak dakwah memunculkan hubungan yang harmonis antara
pemerintah dan kalangan intelektual muslim ataupun ulama. Harmonisasi
tersebut berwujud pada sejumlah kebijakan
politik di antaranya, yaitu; UU Pendidikan Nasional (1998), UU Peradilan Agama
(1989), dukungan terhadap berdirinya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia)
(1990), Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang
Efektivitas Pengumpulan Zakat, (1991), dan Surat Keputusan Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah P & K tentang Izinnya Pemakaian Jilbab bagi Remaja
Putri. Puncaknya terealisasinya aspirasi umat ke dalam suatu wadah yang disebut
ICMI. Program-pragaram ICMI dalam Kemajuan Islam adalah: Pertama,
melakukan program pusat informasi dan kajian pemikiran. Kedua, membangun
potensi sumber sumber daya umat, meliputi pnerbitan pesantren, pendidikan
Islam, pengembangan ekonomi kerakyatan, pendirian lembaga keuangan Islam. Ketiga,
pengmbangan sumber daya manusia dan kebudayaan. Keempat, pengembangan
kelembagaan dan sumber daya, seperti berdirinya Bank Muamalat Indonesia,
Manajemen Musyarakah dan lain-lain.
Lahir dan berkembangnya ICMI dan MUI yang diharapkan
dapat menghimpun dan menyatukan segenap potensi kaum ulama dan cendikiawan
muslim yang selama ini terkotak-kotak dalam berbagai polarisasi dan kurang
terorganisasi. Dan ini meruak babak baru dalam organisasi Islam yang terhimpun
dalam berbagai kalangan Islam dalam masyarakat.
2.
Masa Reformasi
a.
Masa Pemerintahan Habibie
Jatuhnya kekuasaan Orde Baru ditandai dengan
diturunkannya Presiden Soeharto dari kursi Kepresidenan pada bulan Mei 1998,
dan tampuk kepemimpinan sementara beralih kepada BJ. Habibie. Pemerintahan yang
dipegangnya merupakan pemerintahan transisional. Dimana beliau mengatakan,
pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan untuk mengantar Indonesia agar
bisa keluar dari krisis dengan pemilihan umum 1994 sebagai salah satu
pramaternya. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia pemerintahan tersebut biasa
disebut dengan reformasi. Krisis disini yaitu krisis multidimensi yang diawali
oleh turunnya level rupiah yang sangat memprihatinkan, yang kemudian berujung
pada krisis ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Dan sejak tumbangnya Orde Baru, maka bermunculanlah
Parta-partai baru seperti halnya Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang
(PBB), Partai Kebangkitan bangsa (PKB), Partai Keadilan, Partai Amanat Nasional
(PAN). Dan aktivitas ini membawa angin segar dalam kehidupan umat Islam
khsusunya dalam menyalurkan aspirasi umat, tidak menajdikan mereka sebagai
mesin suara saja. Akan tetapi, munculnya kekuatan politik Islam sebagai ruang
publikatau public Sphere terbuka lebih luas. Akan tetapi, kondisi
keterbukaan Habibie ini sedikit berdampak negatif, yaitu dengan lepasnya Timor
Leste atau Timot-Timur dari kekuasaan Republik Indonesia.
Pada masa pemerintahan Habibie masyarakat Muslim
lebih leluasa dalam melakukan aktivitas keagamaan, masyarakat lebih leluasa
dalam menyuarakan pesan-pesan agama lewat media-media yang ada. Kegiatan
organisasi atau lembaga Islam dalam
melakukan aktivitasnya sedikit banyak tidak dicurigai sebagai aktivitas yang
membahayakan bagi negara, berbeda dengan sebelumnya. Dan ini merupakan angin
segar bagi kehidupan dakwah, dimana paling tidak perjuangan umat Islam secara
sosial politik pada masa ini mengalami perubahan lebih kondusif.
b.
Masa Pemerintahan Gusdur
Dengan berkuasanya Abdurrahman Wahid (mantan
Tanfiziah NU) yang lahir dari keturunan dan lingkungan santri, memegang tampak
kekuasaan tertinggi Indonesia (presiden) memberikan indikasi yang cukup jelas
betapa islam menjadi “pusat” dari wacana Keindonesian. Di sisi lain Amin Rais
(mantan Ketua Muhammadiyah) sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung (mantan Ketua
HMI) sebagai ketua DPR mencerminkan peran umat Islam yang menonjol. Dengan
naiknya ketiga tokoh tersebut mencerminkan berkembangnya Pendidikan Islam baik
tradisonalis maupun modernis. Dan dengan Naiknya Gus Dur sebagai kepala Negara
oleh banyak kalangan menyebutnya merupakan politik umat Islam ynag cantik, dan
umat Islam yang bergabung dalam parpol dapat bersatu dalam satu tujuan atas
nama Islam dan menggeser kaum nasionalis yang selama ini menguasai pentas
politik.
Namun sejarah mencatat pemerintahan Gus Dur banyak
diwarnai konfilk yang melanda Tanah Air. Tragedi berdarah yang sebagian mengatasnamakan agama
ataupun kerusuhan-kerusuhan yang berbau SARA. Seperti di Ambon, Mataram,
kalimantan Barat. Ditambah dengan krisis
global yang berkepanjangan, berdampak pada ekonomi masyarakat yang sangat
memprihatinkan.
c.
Masa Pemerintahan Megawati
Masa pemerintahan
Megawati masih diwarnai oleh pergolakan kerusuhan yang sebelumnya belum mereda kemudian disusul
dengan berbagai tragedi berdarah dibeberapa daerah juga terjadi insiden ledakan
bom diantaranya bom di Legian Pulau Bali, Hotel Meriod, depan kedubes
Australia. Dimana beberapa kejadian tersebut telah menimbulakan animo
masyarakat internasional yang banyak dimotori oleh Barat terutama umat Islam
sebagai tempat sarang terorisme.
1)
Dinamisasi dan aksi dari parpol-parpol Islam
Walaupun Indonesia merupakan negara muslim terbesar
didunia, bukan berarti politik umat Islam memiliki kiblat yang sama. Kenyataan
ketidaksamaan dalam kiblat politik umat Islam ini memang sudah diperlihatkan
oleh sejarah umat Islam. Jumlah patai politik Islam yang bisa menjadi peserta
pemilihan umum mendatang lebih sedikit dibandingkan pemilu 1999. Penurunan
jumlah tersebut antara lain sebagai akibat langsung dari ketatnya persyaratan
pendirian parpol dan kesertaan parpol dalam pemilu 2004. Tidak mudah bagi
sebuah parpol Islam baru berdiri dan menjadi peserta pemilu. “keterpecahan
parpol Islam ke berbagai politik Islam yang sesuai dengan aliran, pandangan,
mazhab, dan cita rasa keislaman yang dianut juga menjadi penyebab turunnya
jumlah parpol Islam dalam pemilu mendatang. Keterpecahan parpol Islam telah
menyebabkan polarisasi umat Islam ke banyak parpol yang berakibat tidak
terpenuhinya ketentuan persyaratan bagi lahirnya parpol Islam yang baru.
Faktor lainnya adalah terdapat berbagai paham
beragama Islam yang menyebabkan munculnya banyak perbedaan di kalangan Islam.
Dahulu perbedaan itu berkisar antara jihad dan taklid yang tidak prinsipiil.
Akan tetapi, sekarang perbedaan itu sudah memasuki perbedaan paham yang
prinsipiil. Seperti, kelompok “Islam liberal”, teologi inklusif”, “Islam yes
partai Islam no”, dan perkawinan antar-agama yang berbeda. Partai Islam yang
ideal diharapkan dapat menegakkan hal-hal yang prinsip dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Ini tidak berarti bahwa nilai ajaran Islam
otomatis berbeda dan bertentangan dengan ide dan cita-cita kalangan lain.
2)
Maraknya
Perbankan dan asuransi yang berlebel Syariah
Yang menarik dalam masa ini adalah penciptaan
jaringan umat lewat perbankan syariah. Walaupun masih dikatakan bahwa
perekonomian nasional masih mengalami krisis yang berkepanjangan, akan tetapi
juga banyak bermunculan bank dan asuransi berlebel syariah. Ini merupakan suatu
perkembangan yang menarik sekaligus merupakan potensi dalam menumbuhkan
kehidupan ekonomi yang lebih islami dalam masyarakat. Bank Indonesia mencatat
pertumbuhan rata-rata sekitar 70 persen per tahun dan 88,6 persen pada 2004 (Laporan
Perkembangan Bank Syariah, 2004). Dari segi pangsa pasar terjadi kenaikan
menjadi 1,1 persen dari total perbankan nasional. Mengenai jumlah bank syariah,
sampai november 2004 terdapat tiga bank umum syariah dan 15 unit usaha syariah
dengan total jaringan 443. Masa pertumbuhan secara anorganik (peningkatan dari
segi jumlah bank), berlangsung hingga tahun depan. Setelah itu bank syariah
akan tumbuh secara organik atau internal melalui peningkatan aset. Dari segi
kualitas pelayanan pun, industri ini terus mengembangkan diri. Layanan private
banking, phone-banking serta beragam feature yang berasal dari kemajuan teknologi
ikut pula menjadi bagian dari pada upaya memudahkan nasabah bertransaksi.
d.
Masa Pemerintahan SBY
Pada masa pemerintahan ini posisi umat Islam dalam
kondisi relatif kondusif. Negara sudah tidak lagi memosisikan agama Islam
sebagai ancaman sebagaimana pada masa Orde Baru. Akan tetapi, tantangan dakwah
yang lebih menonjol dihadapi oleh umat, lebih pada aspek budaya global yang
secara perlahan tetapi pasti mengikis moral umat. Pada satu sisi aktivitas keislaman
lewat kegiatan dakwah juga semakin marak di media TV, yaitu dengan tayangnya
sinetron-sinetron yang berbasis islami yang diadobsi dari majalah-majalah
Islam. Namun pada sisi yang lain banyak tayangan-tayangan yang disiarkan media
TV secara tidak sadar telah mengkikis moral umat. Dan ini merupakan fenomena
kecil yang bisa menggiring masyarakat ke arah yang tidak baik.
Ancaman yang serius justru dari situasi politik
global, moral, dan kebudayaan. Tantangan gerakan dakwah semakin kompleks ketika
ilmu, teknologi dan kapitalisme bekerja dengan pedoman rasionalitas
instrumental, organisasi birokratis, logika efisien, akurasi pengukuran, dan
cost-benefit-ratio yang sangat ketat. Sementara itu, kampanye anti terorisme
yang digalang amerika serikat, telah menyebabkan Islam berada pada posisi tertuduh.
Kekuatan-kekuatan Barat, yang dipimpin Amerika Serikat, telah sangat
memengaruhi kedamaian, citra, dan gerakan Islam. Di seluruh dunia tak
terkecuali dunia Islam, wajah Islam yang merupakan cerminan rahmatan lil
alamin, telah diubah menjadi wajah yang menakutkan dan penuh intoleransi. Dan
ini berlaku juga dalam pencitraan gerakan dakwah sebagai kaum fundamentalis
atau gerakan kekerasan sampai bercitra teroris.
Ancaman yang tidak kalah seriusnya adalah
kebudayaan. Setiap hari melalui media informasi dan telekomunikasi massa
ratusan umat Islam mulai ditanamkan budaya yang tidak baik, kehidupan
materialistik, gaya hidup modern, pornoaksi dan pornografi. Semua itu masuk
dengan mudahnya kerumah-rumah tanpa bisa dicegah. Dan aktivitas atau gerakan
dakwah harus berhadapan langsung dengan hal-hal yang demikian tersebut.
Sementara dibidang pendidikan umat Islam juga ketinggalan, banyak
sekolah-sekolah Islam Unggulan yang berdiri, namun sekolah tersebut tidak bisa
dijangkau oleh orang-orang yang mayoritasnya sosial ekonomi berada dibawah garis
kemiskinan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan
sebuah solusi dari gerakan dakwah yang ada di Indonesia. Salah satunya
sebagaiman yang ditawarkan dan dirumuskan dalam KUII (Kongres Umat Islam
Indonesia) yang berlangsung di Jakarta, dengan rumusan adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan kembali
dan membumikan tauhid sebagai pandangan dunia.
b) Penguatan sumebr
daya da‘i dalam lembaga dakwah.
c) Penciptaan jaringan
ekonomi umat berdasarkan syariah.
d) Penguasaan teknologi
media dan komunikasi dakwah.
e) Penguasaan informasi
dakwah untuk menyusun kurikulum dan materi dakwah Islam.
f) Menyampaikan Islam
pada semua lingkungan dan lapisan masyarakat.
g) Mengektifkan khotbah
jumat sebagai sarana membangun kesadaran masalah bersama.
Sementara
itu, hasil dari Kongres Umat Islam Indonesia telah merumuskan sebuah
kesepakatan yang dapat dijadikan agenda dakwah ke depan untuk segera
direalisasikan antara lain:
Pertama, menjadikan
syariat Islam sebagai solusi dalam mengatasi berbagai macam problematika bangsa
dan mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat pelaksanaan syariat
Islam di NAD. Kedua, segera ditetapkan PP tentang pendidikan agama dan realisasi
alokasi anggaran pendidikan sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas.
Ketiga, agar MUI menjadi payung pemersatu umat Islam dan mengoordinasikan
seluruh potensi dan lembaga dalam membangun ukhuwah islamiah. Keempat, mendesak
DPR dan pemerintah agar segera membahas dan mengesahkan RUU Pornografi dan
Pornoaksi.kelima, mendesak pemerintah untuk memberlakukan dual economic system,
yaitu konvensional dan syariah, sebagai sistem ekonomi nasional. Keenam,
mendesak pemerintah untuk merevisi KUHP dengan memasukkan pasal-pasal yang
menyangkut perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam. Ketujuh, mendesak
pemerintah untuk menindak tegas segala bentuk pelanggarn hukum, seperti
korupsi, eksploitasi sumber daya alam, pengruskan lingkungan hidup, dan ilegal logging.
Kedelapan, mendesak pemerintah untuk mendukung pembebasan Aasjidil Aqsha dari
cengkaman kaum Zionis Israel dan mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa dan
negara pelestina. Kesembilan, menolak
stigmanisasi terorisme terhadap umat Islam yang dilakukan konspirasi global.
Kesepuluh, mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam memberikan
perlindungan tenaga kerja diluar negeri dan membuka lapangan kerja
seluas-luasnya di dalam negeri. Kesebelas, mendorong pemerintah agar mengambil
prakarsa aktif dalam memperkuat solidaritas Asia Afrika dan memperjuangkan
tatanan dunia yang lebih adil dan bermartabat. Kedua belas, mengamanatkan
kepada MUI bersama ormas-ormas Islam untuk membentuk Badan Pekerja Kongres yang
bertugas memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
hasil-hasil keputusan KUII IV. Ketiga belas, meminta kepada pemerintah RI dan
pemerintah Malaysia untuk menyelesaikan masalah ambalat secara damai atas dasar
ukhwah islamiah. Keempat belas, mengajak seluruh komponen umat untuk melakukan
muhasabah (intropeksi) sehubungan dengan berbagai krisis dan musibah yang
menimpa bangsa Indonesia dengan mendekatkan diri kepada Allah dan kembali ke
jalan yang diridhai Allah SWT.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dimasa Orde Baru ada tiga periode yang dapat
dipetakan dalam melihat perkembangan Islam. Periode 1970-an, Pada periode ini kelompok agama sering dituduh ingin menjadikan islam
sebagai ideologi negara dan mendirikan negara Islam, pada periode ini pula
banyaknya lahir para Intelektual muda muslim. Periode 1980-an, Periode ini merupakan harmonisasi Islam dan Orde Baru yang banyak
bersifat resiptokal yakni suatu hubungan yang mengarah pada tumbuhnya saling
pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua belah pihak. Periode 1990-an, pada periode ini
terjadi Pergeseran dari “Islam politik” ke “Islam kultural” dalam bentuk
semarak dakwah memunculkan hubungan yang harmonis antara pemerintah dan
kalangan intelektual muslim ataupun ulama. Harmonisasi tersebut berwujud pada sejumlah kebijakan politik.
Pada masa pemerintahan Habibie masyarakat Muslim
lebih leluasa dalam melakukan aktivitas keagamaan, masyarakat lebih leluasa
dalam menyuarakan pesan-pesan agama lewat media-media yang ada. Sedangkan,
pemerintahan Gus Dur yang banyak diwarnai konfilk yang melanda Tanah Air.
Ditambah dengan krisis global yang
berkepanjangan, berdampak pada ekonomi masyarakat yang sangat memprihatinkan.
Pada masa pemerintahan Megawati terjadi pecahnya
parpol-parpol Islam dan semakin maraknya perbankan dan asuransi berlebel
syariah. Pada masa pemerintahan SBY posisi umat Islam dalam kondisi relatif
kondusif. Negara sudah tidak lagi memosisikan agama Islam sebagai ancaman
sebagaimana pada masa Orde Baru. Namun tantangan dakwah juga sangat serius
seperti halnya media TV, kecaman dunia global, sosial, budaya yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan moral umat. Sehingga lahirnya salah satu
solusi yang sebagaiman ditawarkan dan dirumuskan oleh Kongres Umat Islam
Indonesia.
2.
Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat kami
butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.
Daftar Pustaka
Illahi,
Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Bandung: Kencana.