Tuesday, March 5, 2019

Goresan tinta: kisah masa kecilku

Goresan Tinta Part 1: Masa Kecil Ku
Gubahan: S

Entah dari mana harus ku mulai, ku tulis kisah hidup ku, kisah hidup yang terlalu banyak memberikan kekecewaan dari pada kebangaan, kisah hidup yang memalukan, membuat orang akan menertawakan yang aku lakukan. Kisah seorang anak yang seolah tidak punya pendirian, menyiayiakan kesempatan, terlalu larut dalam kemergelapan dunia. Aku tak peduli dengan sistimatika penulisan, aku tidak peduli dengan aturan bahasa, aku tidak peduli dengan pola-pola penulisan, yang aku inginkan hanya menceritakan kisah ku ini kepada setiap orang dengan cara ku sendiri agar menjadi pelajaran bagi setiap orang yang membacakan kisah ini agar tidak bernasib sama dengan ku. Kisah ini terlalu panjang untuk di ceritakan, karena akan ku mulai semua ini dari dasarnya. Tidak juga dalam kisah ini semua berisi kekecewaan, hal-hal yang memalukan, tapi ada juga kebahagian, kebangaan, agar menjadi seimbang dalam membaca, supaya tidak seoalah ini cerita orang yang tertindas, sekali lagi ini bukan cerita orang tertindas, tapi cerita kehidupan seoarang anak yang banyak memberikan kekecewaan, melakukan hal yang memalukan terutama memberi dampak yang beruk bagi orang-orang di sekitarannya.
Saya adalah seoarang anak yang di lahirkan dari sepasang orang tua yang hebat, yang sangat menyayangi anaknya. Saya bernama Sanjar (samaran) lahir di provinsi paling ujung indonesia, aku berumur kurang lebih 23 Tahun (27 Juli !996) dan aku seorang muslim. hidup dalam keluarga yang menjunjung tinggi akhlak mulia, muslim yang taat, keluarga yang punya kewibawaan. Memiliki ayah seorang kepala desa adalah sebuah anugerah dari Sang Penguasa dimana tidak setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Lahir di bumi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, negeri yang bersyariat, bumi para aulia, para ulama, para shuhada, bumi yang dihuni oleh orang-orang alim, memberikan efek kepada setiap orang yang berada tersebut akan islam yang rahmatan lil’alamin.
Di masa kecil, aku adalah seoarang anak yang bodoh, dungu, bandel, suka memaksa kehendak, aku sering membuat ibu ku capek dengan tingkah ku, membuat ayah ku malu dengan perilaku ku. Aku hidup dengan aturan ku sendiri, tidak memedulikan aturan orang lain.
Sesudah sampai cukup usia ku ini 7 tahun, maka tibalah saat aku memasuki bangku sekolah dasar, orang tua dengan penuh harap mengantarkan ku ke sekolah yang terletak tidak jauh dari tmpat tinggal ku, mengharapkan anaknya menjadi insan yang mulia, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, anak yang mampu membanggakan orang tua. Dari sinilah kisah itu di mulai, dari sinilah drama ini mulai berangsur-angsur terjadi.
Aku tidak mau pergi sekolah sebelum di beri uang jajan yang banyak, tidak pedulu orang tua ku punya uang atau pun tidak. Di sekolah aku termasuk kategori anak yang bodoh dan tolol, tidak bisa membaca, tidak mampu menulis, tidak bisa mengaji. Tak ada yang bisa di banggakan dari diri ku, aku selalu membawa pulang nilai 0, baik dari pelajaran yang aku jalani, akhlak ku, uang jajan ju, semua nya ku bawa pulang dalam angka 0. Betapa malu orang tua ku, akan tetapi mereka tetap bangga dan berusaha untukku. Semakin lama tingkah ku semakin bertambah, aku menyogok teman-teman ku dengan uang untuk membuat tugas-tugas ku, sehingga tidak ada lagi nilai 0. Lagi-lagi yang ku bawa pulang bukan kebanggaan, bukan akhlak, bukan kejujuran, tapi sebuah perilaku yang tercela, menipu, pemalsuan. Lag-lagi hidup ku memalukan, membuat keluaraga ku kecewa.
Pukulan telak di saat aku masih menginjak kan kaki di bangku kelas 2 sekolah dasar, ibu ku terkena penyakit yang berat, yang membuat beliau harus di rawat di rumah sakit. Setibanya di pulangkan dari rumah sakit, tak lama kemudian beberapa hari berselang Sang pencipta memanggil Ibu ku, ajalnya pun tiba. Betapa aku tidak pernah merasa sedih di waktu itu kecuali dalam keadaan melihat mayat dari pada ibu ku terbujur kaku. Tanda sudah selesailah tugasnya di dunia, saatnya dia menikmati hasil. Dan aku sangat yakin dengan segala pengorbanan yang ia lakukan untuk ku, tidak pernah sekalipun dia memarahi ku, memukulku meski kenakalan ku yang sudah di luar batas, dia tetap menjdi seorang yang sabar, sampai-sampai ketika aku membayangkannya, aku heran kenapa dia sanggup sampai segitunya. Dan aku tau keikhlasan sudah memenuhi hatinya, kesabaran tanpa batas ada dalam setiap tindak tanduknya, menyesal betapa aku belum sempat berbakti kepadanya ketika ia masih hidup, semoga Allah memberikan ia syurga firdaus atas segala budi baik pekertinya.
Sebelum ibuku meninggal sempat ia wasiatkan kepada orang-orang di sekelilingnya, semata-mata bukan untuk beliau, lagi-lagi dalam sekaratnya yang ia pikirkan anak nya, yang ia pikirkan aku, betapa sakaratul mautnya tidak menghentikan ia memberikan kasih sayang kepada anaknya, memberikan segenap pengertian untuk anaknya. Dalam saat-saat genting ia sempatkan memberikan pesan wasiat untuk kebaikan ku, dan pesan itu tidak pernah terpikirkan oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan pesan tersebut berbuah manis tidak lama setelah ia wafat, yang dia sempatkan saat sakratul mau tidak lah sia-sia. Aku tidak tau begaimana persisnya pesan tersebut karena aku tidak berada di dalam ruang tersebut, tapi makna dari pesan tersebut lebih kurangnya adalah, beliau mewasiatkan agar ayah ku menikahi anak dari pada kakanya setelah ia meninggal, dia tidak mau jika ayahku menikahi orang lain atau tidak menikah lagi yang dapat berdampak buruk bagi ku, dia sangat takut jika aku menjadi anak yang terbuang sia-sia hidupnya, di akhir hayatnya ia masih memiliki cita-cita agar anaknya suatu saat bisa berguna, bisa bermanfaat, tidak menjadi duri bagi orang lain, menjadi anak yang masih menyempatkan di sela-sela shalatnya menegadahkan tangan memanjatkan doa kepada Ilahi “Allummaqfirli zunubi waliwalidayya”, memiliki anak disela-sela hidup anak itu mengingatnya menegadahkan tangan, memohon kepada Allah, berdoa untuknya yang terbujur kaku di alam kubur “Allahummqfirlaha warhamha”.
Terimakasih ibu atas segala pengorbanan mu, kasih sayang mu, pengertian mu, meski aku belum sempat berbakti ketika engkau hidup, maka tidak menghalangi aku menebus dosa-dosa ku kepada mu dengan menyempatkan  di sela-sela sujudku memohon ampun untukku dan untuk mu kepada Tuhan kita. Dan betapa aku yakin Allah sang pencipta akan menempatkan mu di syurganya, dan jika aku tidak engkau temukan di syurga bersama mu maka cari aku di neraka mintalah kepada Tuhan kita agar ia mengeluarkan ku, betapa aku tak sanggup terbakar, merasakan sisksa di neraka, aku tak sanggup, aku ingin bersamamu di syurga. Duhai Allah kami tak layak masuk syurga Mu, akan tetapi kami juga tak sanggup menahan siksa neraka Mu. Dosa kami terlalu banyak laksana pasir di atas pantai, buih di lautan, tapi kami yakin ampunan mu jauh labih besar dari pada itu, jadikan kami hamba-hamba mu. Aamiin.
 Bersambung ...........

No comments:

Post a Comment