Thursday, February 25, 2016

Makalah: DAKWAH PADA MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI

A.    PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Mei 1998 merupakan salah satu fase terpenting dalam bingkai sejarah Indonesia. Fase ini adalah fase dari runtuhnya sebuah rezim yang telah berkuasa lebih dari 32 tahun. Dengan runtuhnya Orde Baru, masyarakat seolah diberikan suatu semangat baru dan harapan baru akan kehidupan Indonesia yang lebih demokratis. Harapan yang tersimpan yang mungkin usiannya telah mencapai usia rezim yang runtuh ini.
Seperti telah diketahui sebelumnya Orde Baru membangun pemerintah yang berfokus pada pembangunan ekonomi dan stabilitas  politik. Maka dapat kita lihat hasilnya, sepanjang sejarah Orde Baru, secara ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Selama era 1980 hingga 1990 Indonesia dianggap sebagai Negara yang baru memasuki fase industrialisasi. Ekonominya berkembang ditopang pertumbuhan yang secara pasti. Bahkan Indonesia mendapat julukan “macam ekonomi”, dan diperhitungkan di Asia (Rais, 2006: 361).
Namun keperkesaan tersebut sebenarnya terus dikikis oleh krisi politik dan ekonomi yang berujung pada runtuhnya Orde Baru. Sebagai contoh respresi pemerintah terhadap Islam secara tidak langsung melahirkan bibit-bibit gerakan perlawanan terhadap pemerintah. Hingga akhirnya Soeharto diharuskan untuk meletakkan tampuk kekuasaannya. Dan berakhirnya Masa Orde Baru maka lahirlah babak baru yang disebut Masa Reformasi, yang mana masa ini dimotori pertama kali oleh Habibie yang saat itu menjadi pengganti Presiden untuk sementara.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pada dua masa ini banyak sekali terjadinya fenomena-fenomena yang menyangkut  Umat Islam, dan tentunya keadaan terhadap gerakan dakwah itu sendiri. Maka disini kita akan melihat bagaimana keadaan dakwah atau sejarah dakwah pada dua masa tersebut.
2.     Rumusan Masalah
a.      Bagaimana kondisi dakwah pada Masa Pemerintahan Orde Baru ?
b.     Bagaimana kondisi dakwah pada Masa Reformasi ?



B.    PEMBAHASAN

1.     DAKWAH PADA MASA ORDE BARU
Masa pemerintahan Orde Baru adalah Pemerintahan Presiden Soeharto yang berlangsung sekitar kurang lebih 32 tahun. Banyak fenomena yang terjadi dalam dunia Islam, hubungan antara Pemerintahan dengan umat Islam sangat terpuruk. Pemerintahan Orde Baru telah melakukan rekonstruksi sangat mendasar, dan dalam menjalankan roda pemerintahan lebih terfokus  pada stabilitas politik guna mendukung kedamaian kehidupan nasional. Maka terciptalah Trilogi Pembangunan, yakni menciptakan sistem baru dengan konsep; “pemerataan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Stabilitas Nasional”.
Dimasa Orde Baru ada tiga periode yang dapat dipetakan dalam melihat perkembangan Islam.

a.     Periode 1970-an
Pada periode ini kelompok agama sering dituduh ingin menjadikan islam sebagai ideologi negara dan mendirikan negara Islam. Pada 1973, rezim Orde Baru membuat dua kebijakan yang oleh Hefner (1993: 2-4) dan sontoso (1995;4) disebut ‘anti-Islamic’, yaitu memasukkan aliran kebatinan ke dalam GBHN dan mengajukan Rancangan  Undang-Undang  Perkawinan yang sangat membatasi kewenangan Pengadilan Agama. Namun atas tekanan tokoh-tokoh agama kedua rancangan tersebut akhirnya diubah.
            Periode ini banyak lahir intelektual muda muslim, kebnayakan dari  meraka adalah kaum intelektual berpendidikan umum. Dan ini merupakan buah dari Organisasi Islam seperti HMII (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah). Dalam kehidupan Umat Islam para tokoh Intelektual cenderung bersikap reaktif dan banyak menolak konsep moderenisasi dan sekularisasi yang di anut pemerintah, sehingga berdampak pada terjadinya ketegangan dan konflik.
b.     Periode 1980-an
Periode ini merupakan harmonisasi Islam dan Orde Baru yang banyak bersifat resiptokal yakni suatu hubungan yang mengarah pada tumbuhnya saling pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua belah pihak. Pada periode ini terjadi ledakan kaum cerdas pandai (intellectual boom), dan ini juga sangat berpengaruh pada kehidupan umat muslim, karena secara demografis mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam dan ini merupakan sebuah potensi.
Indonesia telah melakuka revolusi pendidikan yang berakses pada pertumbuhan dan perkembangan pada lapisan menengah terpelajar serta angkatan kerja terdidik. Dari sini kemudian muncul lapisan atau kelas menengah terpelajar serta angkatan kerja terdidik. Dari sini kemudian muncul lapisan atau kelas menegah santri yang terpelajar, modern, dan profesional yang memenuhi kebutuhan lapangan kerja serta rekrutmen dari birokrasi. Sementara itu dalam mobilisasi vertikal telah mengantar mereka pada mengisi lapisan-lapisan  birokrasi yang dahulunya banyak dikuasai kaum priyai. Para santri yang mengisi lapisan inilah kemudian melakukan perbaikan “Perubahan dari dalam” untuk meningkatkan atmosfer keagamaan di lingkungan birokrasi. Dan kondisi inilah yang mendorong tumbuhnya iklim dan suasana yang kondusif bagi perkembangan “islamisasi birokrasi”. Sementara mereka yang berada diluar birokrasi aktif mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pengembangan dan memperkuat masyarakat melalui program ekonomi sosial budaya. Jadi, dakwah tidak ada level birokrasi saja akan tetapi sudah mulai menyentuh pada tataran sosial masyarakat.
Salah satu kebijakan yang sangat berpihak kepada Islam adalah disahkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

c.      Periode 1990-an
Harmonisasi Islam dan Pemerintahan Orde Baru berkembang menjadi sangat akomodatif, berkat artikulasi dan peranan cendikiawan muslim. Namun disisi lain, terjadi sebuah paradoks dikalangan Islam Indonesia, mereka dihadapkan pada kenyataan moderinisasi yang telah menjadi pilihan Orde Baru dengan menempatkan referensi ideologis nyata-nyata berkiblat Barat. Umat Islam pada saat itu dihadapkan pada dua dilema, yaitu mendukung atau menolak dengan konsekuensi kehilangan kesempatan dalam berperan aktif dalam program pembangunan. Dan inilah yang kemudian menimbulkan beberapa pola yang berkembang dalam masyarakat yaitu pola apologi (penyesuaian dan adapatasi), apologi terhadap ajaran-ajaran tetapi menolak modernisasi, dan tanggapan yang kreatif dengan menempuh jalan dialog.
Ketiga pola tersebut yang kemudian menjadi semangat penting terutama munculnya gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam yang dicetuskan oleh sejumlah intelektual muda Islam dengan tokoh utamanya Nurcholish Madjid, Amin Rais, Kuntowijoyo, dan lain-lain. Gerakan ini sebagaimana dikemukakan oleh sejumlah pengamat, dapat dianggap sebagai respons intelektual yang lebih ilmiah dan sistematis dalam menanggapi persoalan modernisasi.
Pada akhir tahun sembilan puluhan, terjadi kebangkitan Islam lewat kaum terdidik kota yang terjadi diberbagai negara yang sedang berkembang. Secara vertikal mereka umumnya menjadi salah satu bagian masyarakat yang memiliki pekerjaan yang mapan. Mereka ada yang menajadi manajer, kaum profesional, birokrat, ilmuan, atau bagian pengisi utama yang menempati kelompok elite masyarakat negara kita. Mereka inilah yang kemudian disebut dengan “kelas menengah baru”. Secara sosiologis, masyarakat yang tergolong di kelas menengah sebagian tinggal di daerah-daerah perkotaan, dan sosok mereka dicirikan oleh tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, dan gaya hidupnya.  
Pada masa akhir periode tersebut dalam pemerintahan Orde Baru berkembang wacana keinginan sebagian besar dari generasi Islam untuk melihat masa depan Islam sebagai kekuatan sosial, kekuatan budaya, kekuatan ekonomi dan sebagainya. Gejala ini adalah suatu gejala baru akibat imbas adanya semangat intelektual yang mereka miliki sehingga memungkinkan mereka berfikir tentang hal-hal besar dan relevan untuk masa depan umat. Hal ini berkembang secara genial, yaitu dengan menerjemahkan Islam dengan konteks yang aktual, dan faktual dalam bahasa baru serta merumuskan norma-norma Islam dengan konteks baru. Perubahan yang sangat signifikan tersebut menurut Harun Nasution sangat berpengaruh dalam pengetahuan umat Islam Indonesia. Perubahan yang telah dan sedang berlangsung maupun yang akan terjadi berpengaruh pada kehidupan beragama masyarakat serta tuntunan yang dapat dipenuhi oleh para ahli dalam bidang agama termasuk ahli dalam bidang Islam.
Rasionalisasi pemikiran Islam yang terjadi pada masyarakat intelektual dipengaruhi oleh perubahan fungsi lembaga keagamaan tradisional dalam sistem negara nasional modern sebagai proses modernisasi. Dan ternyata perubahan fungsi lembaga keagamaan tradisional tersebut kemudian mempengaruhi pola hubungan keagamaan kearah pola hubungan fungsional. Sementara itu, perkembangan gerakan dakwah Islam dalam masyarakat modern akan dipengaruhi oleh fungsi pragmatik gerakan Islam terhadap kehidupan masyarakat pendukungnya. Dalam pergeseran hirarki nilai yang mendorong untuk memenuhi kebutuhan akan nilai spritual telah menjadi tern baru dikalangan intelektual ibu kota. Meraka haus akan nilai spiritual, dan krisis akan makna hidup, sehingga agama dianggap menjadi jalan atau guna menemukan ketenangan batiniah. Dari kondisi inilah yang memunculkan sifat inovatif gerakan dakwah kota, dan juga muncul gerakan dakwah berbasis mesjid.
Akan tetapi, pada masa inilah terjadi munculnya kesenjangan hasil pembangunan yang sangat tinggi antara si miskin dan si kaya. Di samping itu, umat Islam juga terkotak menjadi dua bagian yaitu golongan tradisionalis dan modernis. Pada sisi lain dapat dilihat dampak terpenting dari revolusi pendidikan dan pembangunan ekonomi yang dikembangkan Orde Baru adalah semakin meningkatnya jumlah kelas menengah santri baru di Indonesia, dan ini sekaligus memberi andil dalam mencerdaskan kehidupan kaum santri.
Pergeseran dari “Islam politik” ke “Islam kultural” dalam bentuk semarak dakwah memunculkan hubungan yang harmonis antara pemerintah dan kalangan intelektual muslim ataupun ulama. Harmonisasi tersebut  berwujud pada sejumlah kebijakan politik di antaranya, yaitu; UU Pendidikan Nasional (1998), UU Peradilan Agama (1989), dukungan terhadap berdirinya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) (1990), Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang Efektivitas Pengumpulan Zakat, (1991), dan Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah P & K tentang Izinnya Pemakaian Jilbab bagi Remaja Putri. Puncaknya terealisasinya aspirasi umat ke dalam suatu wadah yang disebut ICMI. Program-pragaram ICMI dalam Kemajuan Islam adalah: Pertama, melakukan program pusat informasi dan kajian pemikiran. Kedua, membangun potensi sumber sumber daya umat, meliputi pnerbitan pesantren, pendidikan Islam, pengembangan ekonomi kerakyatan, pendirian lembaga keuangan Islam. Ketiga, pengmbangan sumber daya manusia dan kebudayaan. Keempat, pengembangan kelembagaan dan sumber daya, seperti berdirinya Bank Muamalat Indonesia, Manajemen Musyarakah dan lain-lain.
Lahir dan berkembangnya ICMI dan MUI yang diharapkan dapat menghimpun dan menyatukan segenap potensi kaum ulama dan cendikiawan muslim yang selama ini terkotak-kotak dalam berbagai polarisasi dan kurang terorganisasi. Dan ini meruak babak baru dalam organisasi Islam yang terhimpun dalam berbagai kalangan Islam dalam masyarakat.

2.     Masa Reformasi
a.     Masa Pemerintahan Habibie
Jatuhnya kekuasaan Orde Baru ditandai dengan diturunkannya Presiden Soeharto dari kursi Kepresidenan pada bulan Mei 1998, dan tampuk kepemimpinan sementara beralih kepada BJ. Habibie. Pemerintahan yang dipegangnya merupakan pemerintahan transisional. Dimana beliau mengatakan, pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan untuk mengantar Indonesia agar bisa keluar dari krisis dengan pemilihan umum 1994 sebagai salah satu pramaternya. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia pemerintahan tersebut biasa disebut dengan reformasi. Krisis disini yaitu krisis multidimensi yang diawali oleh turunnya level rupiah yang sangat memprihatinkan, yang kemudian berujung pada krisis ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Dan sejak tumbangnya Orde Baru, maka bermunculanlah Parta-partai baru seperti halnya Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan bangsa (PKB), Partai Keadilan, Partai Amanat Nasional (PAN). Dan aktivitas ini membawa angin segar dalam kehidupan umat Islam khsusunya dalam menyalurkan aspirasi umat, tidak menajdikan mereka sebagai mesin suara saja. Akan tetapi, munculnya kekuatan politik Islam sebagai ruang publikatau public Sphere terbuka lebih luas. Akan tetapi, kondisi keterbukaan Habibie ini sedikit berdampak negatif, yaitu dengan lepasnya Timor Leste atau Timot-Timur dari kekuasaan Republik Indonesia.
Pada masa pemerintahan Habibie masyarakat Muslim lebih leluasa dalam melakukan aktivitas keagamaan, masyarakat lebih leluasa dalam menyuarakan pesan-pesan agama lewat media-media yang ada. Kegiatan organisasi  atau lembaga Islam dalam melakukan aktivitasnya sedikit banyak tidak dicurigai sebagai aktivitas yang membahayakan bagi negara, berbeda dengan sebelumnya. Dan ini merupakan angin segar bagi kehidupan dakwah, dimana paling tidak perjuangan umat Islam secara sosial politik pada masa ini mengalami perubahan lebih kondusif.

b.     Masa Pemerintahan Gusdur
Dengan berkuasanya Abdurrahman Wahid (mantan Tanfiziah NU) yang lahir dari keturunan dan lingkungan santri, memegang tampak kekuasaan tertinggi Indonesia (presiden) memberikan indikasi yang cukup jelas betapa islam menjadi “pusat” dari wacana Keindonesian. Di sisi lain Amin Rais (mantan Ketua Muhammadiyah) sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung (mantan Ketua HMI) sebagai ketua DPR mencerminkan peran umat Islam yang menonjol. Dengan naiknya ketiga tokoh tersebut mencerminkan berkembangnya Pendidikan Islam baik tradisonalis maupun modernis. Dan dengan Naiknya Gus Dur sebagai kepala Negara oleh banyak kalangan menyebutnya merupakan politik umat Islam ynag cantik, dan umat Islam yang bergabung dalam parpol dapat bersatu dalam satu tujuan atas nama Islam dan menggeser kaum nasionalis yang selama ini menguasai pentas politik.
Namun sejarah mencatat pemerintahan Gus Dur banyak diwarnai konfilk yang melanda Tanah Air. Tragedi  berdarah yang sebagian mengatasnamakan agama ataupun kerusuhan-kerusuhan yang berbau SARA. Seperti di Ambon, Mataram, kalimantan Barat. Ditambah  dengan krisis global yang berkepanjangan, berdampak pada ekonomi masyarakat yang sangat memprihatinkan.
c.      Masa Pemerintahan Megawati
Masa pemerintahan  Megawati masih diwarnai oleh pergolakan kerusuhan  yang sebelumnya belum mereda kemudian disusul dengan berbagai tragedi berdarah dibeberapa daerah juga terjadi insiden ledakan bom diantaranya bom di Legian Pulau Bali, Hotel Meriod, depan kedubes Australia. Dimana beberapa kejadian tersebut telah menimbulakan animo masyarakat internasional yang banyak dimotori oleh Barat terutama umat Islam sebagai tempat sarang terorisme.

1)     Dinamisasi dan aksi dari parpol-parpol Islam
Walaupun Indonesia merupakan negara muslim terbesar didunia, bukan berarti politik umat Islam memiliki kiblat yang sama. Kenyataan ketidaksamaan dalam kiblat politik umat Islam ini memang sudah diperlihatkan oleh sejarah umat Islam. Jumlah patai politik Islam yang bisa menjadi peserta pemilihan umum mendatang lebih sedikit dibandingkan pemilu 1999. Penurunan jumlah tersebut antara lain sebagai akibat langsung dari ketatnya persyaratan pendirian parpol dan kesertaan parpol dalam pemilu 2004. Tidak mudah bagi sebuah parpol Islam baru berdiri dan menjadi peserta pemilu. “keterpecahan parpol Islam ke berbagai politik Islam yang sesuai dengan aliran, pandangan, mazhab, dan cita rasa keislaman yang dianut juga menjadi penyebab turunnya jumlah parpol Islam dalam pemilu mendatang. Keterpecahan parpol Islam telah menyebabkan polarisasi umat Islam ke banyak parpol yang berakibat tidak terpenuhinya ketentuan persyaratan bagi lahirnya parpol Islam yang baru.  
Faktor lainnya adalah terdapat berbagai paham beragama Islam yang menyebabkan munculnya banyak perbedaan di kalangan Islam. Dahulu perbedaan itu berkisar antara jihad dan taklid yang tidak prinsipiil. Akan tetapi, sekarang perbedaan itu sudah memasuki perbedaan paham yang prinsipiil. Seperti, kelompok “Islam liberal”, teologi inklusif”, “Islam yes partai Islam no”, dan perkawinan antar-agama yang berbeda. Partai Islam yang ideal diharapkan dapat menegakkan hal-hal yang prinsip dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ini tidak berarti bahwa nilai ajaran Islam otomatis berbeda dan bertentangan dengan ide dan cita-cita kalangan lain.
2)     Maraknya Perbankan dan asuransi yang berlebel Syariah
Yang menarik dalam masa ini adalah penciptaan jaringan umat lewat perbankan syariah. Walaupun masih dikatakan bahwa perekonomian nasional masih mengalami krisis yang berkepanjangan, akan tetapi juga banyak bermunculan bank dan asuransi berlebel syariah. Ini merupakan suatu perkembangan yang menarik sekaligus merupakan potensi dalam menumbuhkan kehidupan ekonomi yang lebih islami dalam masyarakat. Bank Indonesia mencatat pertumbuhan rata-rata sekitar 70 persen per tahun dan 88,6 persen pada 2004 (Laporan Perkembangan Bank Syariah, 2004). Dari segi pangsa pasar terjadi kenaikan menjadi 1,1 persen dari total perbankan nasional. Mengenai jumlah bank syariah, sampai november 2004 terdapat tiga bank umum syariah dan 15 unit usaha syariah dengan total jaringan 443. Masa pertumbuhan secara anorganik (peningkatan dari segi jumlah bank), berlangsung hingga tahun depan. Setelah itu bank syariah akan tumbuh secara organik atau internal melalui peningkatan aset. Dari segi kualitas pelayanan pun, industri ini terus mengembangkan diri. Layanan private banking, phone-banking serta beragam feature yang berasal dari kemajuan teknologi ikut pula menjadi bagian dari pada upaya memudahkan nasabah bertransaksi.

d.     Masa Pemerintahan SBY
Pada masa pemerintahan ini posisi umat Islam dalam kondisi relatif kondusif. Negara sudah tidak lagi memosisikan agama Islam sebagai ancaman sebagaimana pada masa Orde Baru. Akan tetapi, tantangan dakwah yang lebih menonjol dihadapi oleh umat, lebih pada aspek budaya global yang secara perlahan tetapi pasti mengikis moral umat. Pada satu sisi aktivitas keislaman lewat kegiatan dakwah juga semakin marak di media TV, yaitu dengan tayangnya sinetron-sinetron yang berbasis islami yang diadobsi dari majalah-majalah Islam. Namun pada sisi yang lain banyak tayangan-tayangan yang disiarkan media TV secara tidak sadar telah mengkikis moral umat. Dan ini merupakan fenomena kecil yang bisa menggiring masyarakat ke arah yang tidak baik.
Ancaman yang serius justru dari situasi politik global, moral, dan kebudayaan. Tantangan gerakan dakwah semakin kompleks ketika ilmu, teknologi dan kapitalisme bekerja dengan pedoman rasionalitas instrumental, organisasi birokratis, logika efisien, akurasi pengukuran, dan cost-benefit-ratio yang sangat ketat. Sementara itu, kampanye anti terorisme yang digalang amerika serikat, telah menyebabkan Islam berada pada posisi tertuduh. Kekuatan-kekuatan Barat, yang dipimpin Amerika Serikat, telah sangat memengaruhi kedamaian, citra, dan gerakan Islam. Di seluruh dunia tak terkecuali dunia Islam, wajah Islam yang merupakan cerminan rahmatan lil alamin, telah diubah menjadi wajah yang menakutkan dan penuh intoleransi. Dan ini berlaku juga dalam pencitraan gerakan dakwah sebagai kaum fundamentalis atau gerakan kekerasan sampai bercitra teroris.
Ancaman yang tidak kalah seriusnya adalah kebudayaan. Setiap hari melalui media informasi dan telekomunikasi massa ratusan umat Islam mulai ditanamkan budaya yang tidak baik, kehidupan materialistik, gaya hidup modern, pornoaksi dan pornografi. Semua itu masuk dengan mudahnya kerumah-rumah tanpa bisa dicegah. Dan aktivitas atau gerakan dakwah harus berhadapan langsung dengan hal-hal yang demikian tersebut. Sementara dibidang pendidikan umat Islam juga ketinggalan, banyak sekolah-sekolah Islam Unggulan yang berdiri, namun sekolah tersebut tidak bisa dijangkau oleh orang-orang yang mayoritasnya sosial ekonomi berada dibawah garis kemiskinan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan sebuah solusi dari gerakan dakwah yang ada di Indonesia. Salah satunya sebagaiman yang ditawarkan dan dirumuskan dalam KUII (Kongres Umat Islam Indonesia) yang berlangsung di Jakarta, dengan rumusan adalah sebagai berikut:
a)     Merumuskan kembali dan membumikan tauhid sebagai pandangan dunia.
b)     Penguatan sumebr daya da‘i dalam lembaga dakwah.
c)     Penciptaan jaringan ekonomi umat berdasarkan syariah.
d)     Penguasaan teknologi media dan komunikasi dakwah.
e)     Penguasaan informasi dakwah untuk menyusun kurikulum dan materi dakwah Islam.
f)      Menyampaikan Islam pada semua lingkungan dan lapisan masyarakat.
g)     Mengektifkan khotbah jumat sebagai sarana membangun kesadaran masalah bersama.
            Sementara itu, hasil dari Kongres Umat Islam Indonesia telah merumuskan sebuah kesepakatan yang dapat dijadikan agenda dakwah ke depan untuk segera direalisasikan antara lain:
            Pertama, menjadikan syariat Islam sebagai solusi dalam mengatasi berbagai macam problematika bangsa dan mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat pelaksanaan syariat Islam di NAD. Kedua, segera ditetapkan PP tentang pendidikan agama dan realisasi alokasi anggaran pendidikan sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas. Ketiga, agar MUI menjadi payung pemersatu umat Islam dan mengoordinasikan seluruh potensi dan lembaga dalam membangun ukhuwah islamiah. Keempat, mendesak DPR dan pemerintah agar segera membahas dan mengesahkan RUU Pornografi dan Pornoaksi.kelima, mendesak pemerintah untuk memberlakukan dual economic system, yaitu konvensional dan syariah, sebagai sistem ekonomi nasional. Keenam, mendesak pemerintah untuk merevisi KUHP dengan memasukkan pasal-pasal yang menyangkut perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam. Ketujuh, mendesak pemerintah untuk menindak tegas segala bentuk pelanggarn hukum, seperti korupsi, eksploitasi sumber daya alam, pengruskan lingkungan hidup, dan ilegal logging. Kedelapan, mendesak pemerintah untuk mendukung pembebasan Aasjidil Aqsha dari cengkaman kaum Zionis Israel dan mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara  pelestina. Kesembilan, menolak stigmanisasi terorisme terhadap umat Islam yang dilakukan konspirasi global. Kesepuluh, mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam memberikan perlindungan tenaga kerja diluar negeri dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya di dalam negeri. Kesebelas, mendorong pemerintah agar mengambil prakarsa aktif dalam memperkuat solidaritas Asia Afrika dan memperjuangkan tatanan dunia yang lebih adil dan bermartabat. Kedua belas, mengamanatkan kepada MUI bersama ormas-ormas Islam untuk membentuk Badan Pekerja Kongres yang bertugas memantau dan mengevaluasi  pelaksanaan hasil-hasil keputusan KUII IV. Ketiga belas, meminta kepada pemerintah RI dan pemerintah Malaysia untuk menyelesaikan masalah ambalat secara damai atas dasar ukhwah islamiah. Keempat belas, mengajak seluruh komponen umat untuk melakukan muhasabah (intropeksi) sehubungan dengan berbagai krisis dan musibah yang menimpa bangsa Indonesia dengan mendekatkan diri kepada Allah dan kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT.




C.    PENUTUP
1.     Kesimpulan
Dimasa Orde Baru ada tiga periode yang dapat dipetakan dalam melihat perkembangan Islam. Periode 1970-an, Pada periode ini kelompok agama sering dituduh ingin menjadikan islam sebagai ideologi negara dan mendirikan negara Islam, pada periode ini pula banyaknya lahir para Intelektual muda muslim. Periode 1980-an, Periode ini merupakan harmonisasi Islam dan Orde Baru yang banyak bersifat resiptokal yakni suatu hubungan yang mengarah pada tumbuhnya saling pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua belah pihak.  Periode 1990-an, pada periode ini terjadi Pergeseran dari “Islam politik” ke “Islam kultural” dalam bentuk semarak dakwah memunculkan hubungan yang harmonis antara pemerintah dan kalangan intelektual muslim ataupun ulama. Harmonisasi tersebut  berwujud pada sejumlah kebijakan politik.
Pada masa pemerintahan Habibie masyarakat Muslim lebih leluasa dalam melakukan aktivitas keagamaan, masyarakat lebih leluasa dalam menyuarakan pesan-pesan agama lewat media-media yang ada. Sedangkan, pemerintahan Gus Dur yang banyak diwarnai konfilk yang melanda Tanah Air. Ditambah  dengan krisis global yang berkepanjangan, berdampak pada ekonomi masyarakat yang sangat memprihatinkan.
Pada masa pemerintahan Megawati terjadi pecahnya parpol-parpol Islam dan semakin maraknya perbankan dan asuransi berlebel syariah. Pada masa pemerintahan SBY posisi umat Islam dalam kondisi relatif kondusif. Negara sudah tidak lagi memosisikan agama Islam sebagai ancaman sebagaimana pada masa Orde Baru. Namun tantangan dakwah juga sangat serius seperti halnya media TV, kecaman dunia global, sosial, budaya yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan moral umat. Sehingga lahirnya salah satu solusi yang sebagaiman ditawarkan dan dirumuskan oleh Kongres Umat Islam Indonesia.
2.     Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.







Daftar Pustaka
Illahi, Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Bandung: Kencana.




No comments:

Post a Comment